Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa kita sudah berada di penghujung  tahun 2022, sisa kurang dari dua bulan lagi kita akan menapaki tahun baru 2023.
Sehubungan dengan adanya event kompetisi blog dari Inspirasiana dengan tema: Evaluasi 2022 dan Resolusi 2023 Versiku, maka saya akan coba menuangkan apa sih kejadian yang telah saya lalui di 2022 dan rencana untuk tahun 2023.
Evaluasi Tahun 2022
Pertama, COVID-19
Menurutku tahun 2022 merupakan tahun yang lebih baik dibandingkan  dua tahun sebelumnya (2020 dan 2021). Walaupun Covid-19 masih ada, pandemi masih belum berakhir, tetapi efek yang ditimbulkannya sudah tidak semenakutkan dibandingkan dua tahun sebelumnya, terlebih waktu type Delta merajalela.
Untuk dua tahun sebelumnya, akumulasi saya ke kantor paling hanya 2 bulan. Tetapi untuk tahun 2022, dari awal tahun saya sudah mulai bekerja penuh di kantor. Covid-19 sudah tidak terlalu menakutkan bagiku, walaupun saya tetap menjaga prokes dengan ketat. Istilahnya sudah berdamai dengan virus yang masih betah bertahan sampai sekarang
Saya sudah mulai berani kumpul-kumpul dengan teman-teman, walaupun masker tetap saya pakai selama berbincang dengan mereka, kecuali pada saat makan, begitu selesai makan, langsung masker saya pakai kembali.
Saya juga mulai berani traveling, salah satu kegiatan yang sangat saya sukai, setelah sempat vakum selama 2 tahun karena pandemi ini.
Kedua, Mukjizat dalam Sebuah Kecelakaan Mobil
Kejadian  di 2022 yang mungkin tidak akan saya lupakan adalah  kecelakaan mobil di bulan Februari. Sampai saat ini saya masih belum mengerti kenapa bisa terjadi. Tidak pernah bisa dibayangkan, betapa hanya untuk parkir di basement bisa menyebabkan airbag sampai keluar, mobil berasap, pintu mobil tidak bisa dibuka.
Mobil rusak parah karena saat mundur melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang dan mobil  penghuni apartemen yang parkir di basement dan saat saya memajukan mobilnya, kembali dengan kecepatan tinggi mobilnya melesat ke arah tembok.  Seperti lagi naik bombom car aja Alhasih, mobilnya rusak parah, masuk bengkel sampai hampir 3 bulan baru keluar.
Saat kejadian, jujur saya sudah berserah, saat mobil melaju dengan kecepatan tinggi ke arah tembok, saya berucap dalam hati "Jadilah sesuai dengan kehendakMu", karena saya sama sekali tidak bisa mengendalikan mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi tersebut.
Tetapi ternyata saya masih ditakdirkan hidup. Walaupun mobil rusak parah, saya tidak kenapa-kenapa sewaktu di rontgen di rumah sakit, hanya goresan luka kecil di paha. Saya masih beruntung  parkir di basement, karena kalau saya parkir di atas, sudah pasti mobil tersebut terjun bebas.
Ketiga, Berani Menjadi Diri Sendiri
Pandemi dan kecelakaan mobil ini, mengingatkan saya akan betapa fananya hidup kita ini. Sangat tipis garis antara hidup dan mati. Seandainya Tuhan berkehendak, kita bisa dipanggil sewaktu-waktu. Saya jadi lebih menghargai setiap proses kehidupan ini. Tidak  terlalu terpaku pada hal-hal lahiriah. Lebih menikmati  apa yang saya sukai. Tidak terlalu memedulikan pandangan orang terhadap diriku. Lebih jadi diri sendiri.
Salah satunya, Â sekarang saya kemana-mana bawa tote bag, bukan tas. Â Di pertemuan dengan teman maupun ke kantor. Memang semua ini terjadi karena Covid-19. Seandainya bawa tas, begitu sampai rumah, tas yang dibawa keluar, kalau tidak di cuci, saya berasa tidak nyaman, tetapi kalau di cuci, jujur saya malas. Jadi untuk lebih memudahkan, saya bawa tote bag, sehingga begitu pulang, tote bag tersebut langsung dicuci. Simpel dan praktis!
Saat kumpul-kumpul dengan teman bulan Oktober lalu, temanku tiba-tiba nanya "Ros, mana tasmu?". Segera kutunjukan tote bag di sampingku. Dan saat kukeluarkan dompet untuk membayar makanan, semua temanku tertawa karena ternyata saya menggunakan dompet  bekas beli perhiasan yang sudah kumuh.
Salah satu temanku berujar, "Ya ampun Ros, jelek kali dompetmu. Apa tidak ada yang lebih bagus lagi?" Serentak saya dan teman-teman lainnya  tertawa riuh kembali. Jujur saat itu saya sama sekali tidak merasa insecure. Sambil masih tergelak, saya bilang ke temanku, "Yang penting dompetnya bisa dipakai dan bisa saya cuci kembali saat pulang" Bersyukur saya sudah melewati fase "mementingkan hal-hal lahiriah dan telah menjadi diri sendiri".
Keempat, Berani Melakukan Hal Baru
Tahun 2022 juga menjadi tahun dimana saya melakukan traveling sendiri. Sendiri? Ya, kamu tidak salah baca, sendiri! Padahal diumur yang sudah hampir mencapai setengah abad, saya tidak pernah melakukan traveling sendiri, minimal berdua (kecuali untuk dinas ke luar kota). Ternyata tidak semenyeramkan seperti yang dibayangkan. Saya bisa menikmatinya.
Justru dengan traveling sendiri, saya jadi bisa belajar surfing untuk pertama kalinya. Saat jalan-jalan sendiri menyusuri pantai Kuta, saya ditawari untuk belajar surfing dan segera saya mengiyakan. Bisa baca di sini (sila klik). Seandainya ada teman, tentu tidak dengan mudah saya mengiyakan, karena saya harus mempertimbangkan keinginan temanku juga.
Sering  kita memilih mundur pada saat mau melakukan sesuatu yang belum pernah kita lakukan. Padahal pada saat kita menjalaninya, ternyata tidak semenakutkan seperti bayangan kita. Malah kita bisa enjoy dan tertantang untuk melakukannya dengan baik. Jadi jangan pernah ragu untuk melakukan sesuatu yang belum pernah kita jabani! Percayalah, tidak ada yang tidak mungkin bisa kita lakukan, asal kita mau!
Kelima, Kehilangan Orang yang Dikasihi
Tanggal 21 September 2022, apek, panggilan saya untuk abangnya papa (om) meninggal. Menurut aem (panggilan saya untuk istrinya), apek baik-baik saja sebelumnya. Memang sakit, tetapi kondisinya tidak parah. Waktu mau berobat ke dokter masih bisa jalan sendiri. Karenanya aem merasa sedih.
Bagi kita yang ditinggalkan, apabila orang yang kita cintai dan kasihi meninggal, perasaan sedih dan tidak terima pasti kita alami. Terlebih jika yang meninggal dalam kondisi yang menurut kita sakitnya tidak parah atau bahkan tidak sakit apa-apa.
Waktu mamaku meninggal, perasaan sedih dan tidak terima masih saya rasakan, walaupun mama meninggal karena sakit kanker. Dan saya juga sudah melihat sendiri betapa kesakitannya mama karena penyakitnya.
Pesan singkat yang saya terima dari kokoku  menyadarkanku. Isinya "Mungkin Tuhan punya rencana yang lebih indah untuk mama". Seketika saya menyadari mungkin meninggalnya mama merupakan jalan yang terbaik buat mama. Tuhan sayang sama mama sehingga  mama jadi lepas dari kesakitan yang dideritanya. Dan saya percaya mamaku yang baik hati  dan sangat kukasihi pasti di terima di sisiNya.
Dalam kasus orang terkasih dan tercinta kita meninggal, kita lebih sering memikirkan kondisi kita sendiri yang ditinggalkan. Kita tidak terima dan merasa sedih karena ditinggalkan. Jarang kita melihat dari kondisi orang yang meninggal tersebut. Seiring berjalannya waktu, saya menyadari setiap dari kita pasti akan menjalani fase kematian ini.
Jadi jika memungkinkan,  saya memilih meninggal dalam kondisi damai, tanpa sakit penyakit. Memang bagi yang ditinggalkan akan merasa terpukul, tetapi bila mereka melihat dari sisi yang meninggal, betapa  orang yang dikasihinya meninggal dalam damai, tanpa rasa sakit, seharusnya mereka bersyukur baginya. Toh, fase kematian ini pasti dialami. Jadi cepat atau lambat ini akan terjadi.
Sebagai orang beriman, kita meyakini hidup mati kita sudah digariskan. Jadi kematian seyogyanya tidak perlu terlalu ditangisi, karena bila yang empunya meminta, maka memang harus dikembalikan. Kita harus merelakannya. Â Kalau memang kita belum ditakdirkan meninggal, apapun yang terjadi, kematian tidak akan terjadi.
Saya punya teman yang sudah pernah stroke, sakit ginjal (saat ini  dua ginjalnya sudah diangkat), dan masih ada penyakit lainnya. Intinya saat temanku info di group kalau dia kena covid, hati kecil saya dan teman-teman langsung memikirkan yang tidak-tidak, karena seperti yang kita ketahui, orang komorbid yang terinfeksi virus Covid-19 banyakan meninggal. Terlebih dia terinfeksi Covid-19 saat Delta merajalela. Menurutnya,  dokter saja sudah info ke dia, kalau dia kena covid akan lewat. Nyatanya dia sembuh.
Resolusi  Tahun 2023
Dengan akan berakhirnya tahun 2022, maka tentunya kita akan menyongsong tahun yang baru, tahun 2023. Tahun baru biasa dinantikan karena kita berharap tahun baru merupakan awal yang baru bagi perjalanan dan pengharapan kita.
Saya berharap pandemi ini akan berakhir di tahun mendatang sehingga kita bisa melakukan apapun aktivitas tanpa perlu memakai masker dan rasa was-was. Â
Semoga juga resesi yang dibicarakan akan terjadi di 2023 tidak benar-benar terjadi, sehingga tidak menyebabkan masalah ekonomi dan sosial baru lagi bagi bangsa kita khususnya dan segenap bangsa pada umumnya.
Bulan Maret 2023 rencananya  akan berlibur ke Alor dan Kupang, di minggu yang ada libur Hari Raya Nyepi. Tentunya jika tidak ada halangan dan  seizin Tuhan. Jadi bagi yang berminat gabung, diterima dengan tangan terbuka, karena saat ini hanya saya dan Indri yang berencana berangkat
Dan yang pasti, semoga saya semakin konsisten menerapkan hidup sehat dengan berolah raga secara teratur. Harapannya, saya bisa mengalahkan rasa malas, dengan selalu mengingatkan diri pentingnya kesehatan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Hasil test darah dua minggu lalu, total kolesterol saya 270 dan LDL saya 189. Sangat tinggi! Pantasan pundak saya pegel sekali.
Akhir kata, selamat tinggal 2022 dan selamat datang 2023. Semoga hal-hal baik akan terjadi di penghujung 2022 dan sepanjang tahun 2023.
Serpong, 02 November 2022
Salam,
RosmaniÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H