Sewindu menjelang,
Syairmu telah menempuh jalan panjang.
Kukira engkau telah bertemu
Dia yang meramu namamu tanpa ragu
Kupikir aku mampu menolak syair
Kemarin bersama titik-titik tak beralasan
Berhamburan pada awan berwarna abu
Karena syair mengalir bagai air
Meski hanya dalam sanubari
Karena syair bagai angin berhembus
Yang tak pernah pupus
Mengalir tak henti dengan tulus
Terus-menerus
Berhembus memberi kesejukan
Bagi jiwa hampa tanpa harapan
Di suatu hari saja. Ketika...
Kau gugup menutup katup malu
pada anak-anak syair dan lagumu yang tak lagi lugu
Lebih seperti kelu,
Bahkan mungkin pula terdengar lucu
Pada panggung hiburan
Syairmu berkumandang lantang
Menantang para badut berjuang
membawa kelewang syair
Kata-kata setara pedang bermata dua
Di hadapan angin badai
dan lilin-lilin yang sibuk mencari kegelapan
Engkau mulai renta bersama
syairmu yang telah beranjak tua
Syair merdu lahir dari kecap aksara
Terus mengalir membebat makna
Lekat dalam selaksa asa
Asa berbalut mesra dalam raga
Syair menebar pesona harumnya
Seperti puspa yang tak menampik rinai hujan
Terus menggelora untuk insan yang haus aksara
Menutup senjakala dalam balutan aksara bermakna
Erat rasa dalam pena yang merenda
Kalam terus bergerak tanpa jeda
Tetaplah abadi mencipta karya
...