"Dulu kau tidak suka buah itu. Kau bilang dia seperti sepasang mata angsa yang marah, dan lagi rasanya asam."
Aku menjepit bibirku kuat-kuat, menyeka sudut mataku yang mulai basah.
Tentu, aku masih ingat semua itu. Kau memintaku menunggu di bawah pohon, sementara kau memanjat mengumpulkan buah merah itu, dan membawanya turun dengan kantong kain.
Kau bersusah payah membujukku untuk mencicipinya. Â Kau memang kakak yang pantang menyerah. Pada akhirnya aku bukan saja suka buah itu, tapi aku juga bisa memanjat batangnya. Ya!
"Aku sangat senang kau bisa menikah dengan Fay..." katamu dengan suara bergetar.
"Sayangnya kakak sudah merusak semuanya, yaa. Tolong maafkan kakak..."
***
Menjadi pengantin adalah impian setiap gadis di dunia. Dia akan menjadi ratu pada hari itu. Semua mata tertuju padanya.
Begitu juga aku, aku akan menjadi ratu di hari itu. Dan aku sudah memesan gaun yang sangat istimewa jauh-jauh hari. Perhiasan yang indah, dan semua dekorasi.
Aku yakin ibu juga akan sangat bahagia, andai beliau masih ada. Dia pasti tak akan berhenti memuji kecantikanku yang disamakannya dengan purnama. Dan ayah, dia akan memelukku erat-erat seolah aku akan meninggalkannya.
Tetapi semua impian itu sekarang seperti hancur!