Sebelum membaca lebih lanjut, silakan baca tiga bagian sebelumnya:
Febi terjaga ketika matahari mulai mengintip dari sela-sela jendela kamarnya. Disibakkannya tirai dan dibukanya daun jendela lebar-lebar.
Lima belas menit kemudian, Febi sudah berada di meja belajarnya. Febi baru saja menutup doa ketika kepala Ferry, kakaknya, muncul di depan pintu.
“Pagi, Nona manis.” Ferry tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata. “Lama benar sih sarapannya?”
Sambil tertawa kecil, Febi menjawab. “Maaf, Fer. Tetapi sarapan pertama pagi ini nikmat sekali, bukan? Aku sampai melupakan kakakku yang selalu kelaparan setiap pagi sebelum makan nasi.”
Ferry tertawa. “Mestinya aku yang minta maaf, Nona. Pagi ini aku tidak dapat menunggumu untuk makan bersama.”
“Lho, kenapa?” Febi mengikuti langkah kakaknya ke luar kamar.
“Ada sarapan kedua yang lebih nikmat yang menunggumu di sana, Nona.” Ferry menunjuk ke ruang tamu.
Kening Febi berkerut.
“Jangan melamun!” Ferry menepuk pipi adiknya. “Kasihan dia menunggumu terlalu lama.”