Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Di Balik Kasus Amber Heard vs Johnny Depp, Ada Adu Psikolog Saksi Ahli

3 Juni 2022   05:22 Diperbarui: 3 Juni 2022   05:25 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasus Amber Heard vs Johnny Depp, adu psikolog saksi ahli (AFP PHOTO/PATRICK HAMILTON)

Kasus pencemaran nama baik yang melibatkan Amber Heard dan Johnny Depp baru saja berakhir. 

Pertikaian pengadilan Johnny Depp dan Amber Heard telah berakhir dengan keputusan juri di Virginia yang mengharuskan Amber memberikan lebih banyak uang ganti rugi pada Depp, bintang Pirates of the Caribbean, daripada yang harus dibayar Depp pada Amber. 

Heard diperintahkan untuk membayar Depp 10 juta dolar AS sebagai ganti rugi pencemaran nama baik dan 5 juta dolar AS dalam ganti rugi hukuman setelah juri memutuskan Amber "bertindak dengan kebencian yang sebenarnya." 

Akan tetapi, nilai ganti rugi itu dipotong menjadi 10,35 juta dolar AS sesuai aturan batas legal. 

Menurut NY Times, sebenarnya juri menilai bahwa baik Depp maupun Amber sama-sama mengalami pencemaran nama baik. Depp juga diminta membayar ganti rugi 2 juta dolar AS pada Amber.

Proses panjang sidang kasus Heard vs Depp ini menarik perhatian publik karena disiarkan langsung. Masyarakat AS dan dunia bisa mengikuti secara cukup rinci upaya masing-masing pihak untuk mempertahankan argumen hukumnya.

Di satu sisi, hal ini adalah sesuatu yang menarik karena baik Heard maupun Depp menyewa para saksi ahli profesional, termasuk psikolog. Di sisi lain, kehebohan kasus ranah privat yang "diekspolitasi" media ini sebenarnya tidak baik dampaknya bagi anak-anak Heard dan Depp. 

Di balik kasus Amber Heard vs Johnny Depp, ada adu psikolog saksi ahli

Yang menarik, di balik kasus Amber Heard vs Johnny Depp ini, ada adu psikologi saksi ahli. Kita akan mengulik sebagian saja potongan "perdebatan akademis" antara psikolog yang disewa Amber Heard dan Johnny Depp.

Kasus ini, tanpa menutupi sisi kontroversialnya, sejatinya dapat membuka wawasan kita akan pentingnya saksi ahli yang kompeten dalam proses peradilan, termasuk di Indonesia. 

Para psikolog, pakar forensik, dan aneka pakar lainnya juga bisa memetik hikmah dari kasus Amber Heard vs Johnny Depp ini. Menjadi psikolog ternyata bisa juga "viral" kala membela klien sesuai keahlian profesi psikolog.

Pendapat psikolog Amber Heard, Dawn Hughes

Kesehatan mental Amber Heard menjadi topik kesaksian di pengadilan. Dr Dawn Hughes, psikolog klinis dan forensik yang disewa oleh tim hukum Heard bersaksi, selama persidangan pencemaran nama baik yang sedang berlangsung, bahwa dia mendiagnosis Heard dengan gangguan stres pascatrauma, atau PTSD.

PTSD ini diakibatkan dugaan "kekerasan pasangan intim" yang dia derita dari tangan mantannya, Johnny Depp.

Diagnosis Dr. Hughes muncul setelah evaluasi psikologis forensik, yang diadakan selama 29 jam. Dr Hughes melakukan wawancara klinis dengan Heard dan bertanya tentang hidupnya sebelum dan sesudah pernikahannya dengan Depp. 

Komponen tes psikologis juga memungkinkan Hughes untuk melakukan "pemindaian luas" dari berbagai gejala yang mungkin dimiliki orang dalam hidup mereka.

Selain itu, Dr. Hughes meninjau sejumlah dokumen, termasuk catatan medis Heard serta pesan audio dan teks yang disajikan selama persidangan.

Setelah mempertimbangkan data, Dr. Hughes sampai pada pendapatnya sebagai saksi ahli, termasuk bahwa "kekerasan pasangan intim" terjadi antara Heard dan Depp.

"Laporan Amber Heard tentang kekerasan pasangan intim dan catatan yang saya ulas, konsisten dengan apa yang kita ketahui di lapangan tentang kekerasan pasangan intim, yang ditandai dengan kekerasan fisik, agresi psikologis, kekerasan seksual, kontrol paksaan, dan sikap terlalu mengawasi," papar Dr. Hughes pada Mei 2022.

Dr. Hughes mengklaim bahwa Depp "mendorong, mendorong, menampar, serta membanting Amber ke dinding."

Pendapat psikolog Johnny Depp, Shannon Curry

Diagnosis Dr. Hughes adalah tanggapan atas pendapat Dr. Shannon Curry, psikolog klinis dan forensik yang disewa oleh tim hukum Depp.

Dr Curry mendiagnosis Heard dengan gangguan kepribadian ambang dan gangguan kepribadian histrionik.

Dr Curry menggambarkan gangguan kepribadian sebagai "semacam disfungsi dalam sifat-sifat yang bertahan lama."

Ketika berbicara tentang gangguan kepribadian histrionik, Dr. Curry mengatakan bahwa ciri-cirinya termasuk "presentasi yang terlalu dramatis", "drama dan kedangkalan", kebutuhan untuk "selalu menjadi pusat perhatian", dan "pergeseran cepat" di antara emosi.

"Dia tiba-tiba menjadi satu arah, dan kemudian dia menjadi sangat bersemangat atau sangat sedih," kata Dr. Curry tentang Heard. "Ketika orang menunjukkan emosi ini dengan gangguan kepribadian, ada rasa kedangkalannya. Orang yang mengamatinya akan merasa seperti sedang bermain-main... Dia tidak pernah benar-benar menunjukkan perasaan rentannya sendiri."

Adapun gangguan kepribadian ambang, Dr. Curry menjelaskan bahwa itu ditandai dengan "ketidakstabilan" dalam hubungan pribadi, emosi, perilaku, rasa diri dan identitas, serta "reaktivitas emosional," yang semuanya "didorong oleh teror mendasar ini. pengabaian."

Dan akhirnya, ketika sampai pada diagnosis PTSD, Curry di sisi lain, mengatakan bahwa dia tidak percaya bahwa Heard memiliki PTSD seperti yang diklaim oleh Amber dan Dr. Hughes.

"Amber Heard tidak menderita PTSD," kata Dr. Curry. "Ada juga indikasi yang cukup signifikan bahwa dia melebih-lebihkan gejala PTSD ketika ditanya tentang hal itu."

Siapa yang benar?

Pertanyaan kita, jika dua psikolog menjadi saksi ahli yang membela kepentingan kliennya, siapa yang benar? 

Pertanyaan ini dalam sistem hukum yang berlaku di AS akan dijawab oleh para juri. Sementara dalam sistem hukum kita,majelis hakim yang akan mempertimbangkan kesaksian ahli dari masing-masing pihak.

Lepas dari itu, setiap psikolog tentu wajib mengikuti etika profesi sebagai psikolog, meskipun dia sedang menjadi saksi ahli salah satu pihak yang berperkata. 

Seorang psikolog tentu juga perlu mendasarkan penilaiannya berdasarkan instrumen psikologi yang sahih, bukan asal membela klien saja. 

Dalam hal ini, menjadi sangat pentinglah menguasai sungguh ilmu psikologi dan ilmu komunikasi publik agar seorang psikolog mampu menyuarakan kebenaran menurut sudut pandang profesinya. 

Salam literasi dari komunitas Inspirasiana. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun