Kata-kata mama terpatri erat dalam hatiku. Tidak akan pernah dapat kulupakan.
Kini, aku mendapat seorang sahabat pena yang baru. Ia mengingatkanku pada Bram.
Surat-suratnya selalu penuh dengan cerita yang menyenangkan. Tetapi, ia minta fotoku juga.
Oh, aku benar-benar menyesal dilahirkan menjadi gadis jelek. Kalau saja aku secantik Kathy, kalau saja senyumku semanis senyum Lisa, kalau saja badanku seramping badan Leli, tentu aku tidak akan keberatan memberikan fotoku kepadanya.
Tetapi kenyataannya? Angelia hanya seorang gadis yang sama sekali tidak bagus. Apakah jika Toto mengetahui keadaanku yang sebenarnya, ia juga akan berbuat yang sama seperti Bram?
Ah, pengalaman pahit itu tidak boleh terulang. Ya, tidak boleh! Aku tidak akan mau memberinya fotoku hanya untuk mengakhiri persahabatan kami.
Apa yang harus kukatakan sebagai alasan untuk menolak permintaannya? Bahwa aku jelek dan dia akan kecewa melihat fotoku?
Oh, tidak boleh! Aku tidak boleh berbuat sebodoh itu. Lalu? Ah, iya, lebih baik aku langsung bertemu dengannya.
Bukankah letak kampus kami hanya bersebelahan? Tentu dia tidak keberatan jika kuundang datang ke kampusku untuk menemuiku.
Ya, sesudah bertemu, dia bebas memilih apakah akan terus bersahabat denganku atau memutuskan persahabatan kami karena kejelekan wajahku. Setidaknya, jika ia tidak mau lagi bersahabat denganku, aku tidak perlu membuang selembar foto dengan sia-sia hanya untuk dihina.
Begitulah, pada hari dan waktu yang disepakati, kami berjumpa di kantin kampus. Aku mengenakan blus, rok, dan sepatu warna krem sesuai janjiku.