Topik hangat kenaikan harga minyak goreng di Indonesia mengingatkan kita bahwa minyak goreng juga sudah menjadi topik hangat di Eropa.
Sejak beberapa tahun terakhir, semakin banyak kampanye menolak minyak goreng sawit di Eropa. Sejumlah perusahaan secara terbuka menyatakan tidak lagi menggunakan minyak sawit. Mengapa minyak sawit jadi kontroversi di Eropa?
Setidaknya ada dua alasan mengapa sejumlah lembaga dan perusahaan di Eropa menolak minyak goreng sawit:
1. Minyak goreng sawit dituduh tidak sehat
Oleh para penentang, minyak goreng sawit dituduh sebagai bahan pangan yang memicu kanker.Â
Asupan asam palmitat yang berlebihan, yang membentuk 44% minyak sawit, meningkatkan kadar lipoprotein densitas rendah (LDL) dan kolesterol total, sehingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Sacks FM, 2017).
Pada Mei 2016, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menerbitkan sebuah studi tentang minyak sawit yang menyatakan bahwa "kontaminan proses berbasis gliserol yang ada dalam minyak sawit, tetapi juga dalam minyak nabati lainnya, margarin dan di beberapa makanan olahan meningkatkan resiko bagi kesehatan konsumen makanan itu."Â
Oleh karena itu, masalahnya terletak pada pemurnian yang berlangsung pada suhu tinggi (sama dengan atau lebih tinggi dari 200 derajat). Pemurnian bersuhu tinggi ini memicu pembentukan zat yang berpotensi genotoksik dan karsinogenik (pemicu kanker).Â
Masalahnya, dalam pernyataan EFSA muncul kontroversi lain: Mengapa jika ketiga zat tersebut terbentuk di semua minyak nabati yang diproses pada suhu tinggi, apakah bahayanya hanya pada minyak sawit?Â
Menurut EFSA, alasannya terletak pada konsentrasi zat. Dalam minyak sawit konsentrasi zat pemicu kanker lebih tinggi daripada minyak nabati dan margarin lainnya.Â
Singkatnya, apakah minyak sawit berbahaya dan karenanya harus dihindari? EFSA dalam kesimpulannya tidak terlalu menyarankan untuk tidak mengkonsumsinya.
EFSA bahkan menulis bahwa "tingkat GE (glisidil asam lemak) dalam minyak sawit dan lemak turun setengahnya antara tahun 2010 dan 2015, berkat tindakan yang diambil secara sukarela oleh produsen. Hal ini mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam paparan konsumen terhadap zat-zat ini".
Studi terbaru oleh asosiasi konsumen Stiftung Warentest Jerman membela minyak goreng sawit. Menurut lembaga itu, kecurigaan bahwa minyak goreng sawit otomatis karsinogenik" "tidak berdasar".
Minyak sawit kaya akan asam lemak jenuh, antioksidan dan vitamin E. Semua nutrisi ini baik bagi tubuh jika dikonsumsi dengan seimbang.
2. Minyak goreng sawit dituduh "merusak" hutan
Perusahaan-perusahaan besar dituding melakukan perusakan hutan demi menanam kelapa sawit. Perusakan hutan ini dapat menyebabkan kepunahan beberapa spesies hewan seperti orangutan.
Penanaman monokultur kelapa sawit juga akan menyebabkan peningkatan emisi CO2 di lingkungan. Sebanyak 86% produksi minyak sawit dunia dihasilkan Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit tumbuh dengan baik dan berkembang di daerah khatulistiwa. Sisanya 14% terutama diproduksi di Thailand, Nigeria dan Kolombia.
Karena itu, menggunakan minyak goreng dianggap sebagai pilihan tidak etis oleh sebagian warga negara-negara maju.
Benarkah demikian? Kita tidak bisa menutup mata bahwa memang sejumlah perusahaan nakal membabat hutan demi menanam kelapa  sawit.Â
Akan tetapi, tidak semua sawit ditanam oleh oknum perusahaan jahat. Ada pula warga biasa yang menanam kelapa sawit sebagai mata pencaharian.Â
Kementerian Pertanian mencatat, jumlah petani sawit di Perkebunan Rakyat (PR) pada 2019 diperkirakan mencapai 2,74 juta kepala keluarga.Â
Selain itu, praktik pengelolaan sawit yang berkelanjutan dan etis juga sudah diterapkan oleh perusahaan yang berkehendak baik.Â
Manfaat kelapa sawit bagi Indonesia dan dunia
Minyak kelapa sawit adalah bahan baku penting untuk berbagai industri global, misalnya industri makanan, kosmetik, sabun, hand sanitizer sampai dengan biodiesel.
Produk yang digoreng dengan minyak kelapa sawit juga cenderung lebih tahan lama dibanding ketika digoreng dengan minyak tumbuhan lain.
Nilai ekspor kelapa sawit Indonesia Januari-November 2020 mencapai USD 18,35 miliar, menyumbang 13,16% thd total ekspor non migas atau 12,5% thd total ekspor Indonesia (Sumber: BPS, Kemendag).
Semakin meningkatnya populasi dunia berarti semakin tingginya kebutuhan pangan. Salah satunya adalah minyak goreng sawit yang harganya relatif terjangkau dan mudah diproduksi ketimbang sejumlah minyak tumbuhan lain.
Salam sehat. Semoga harga minyak goreng di Indonesia segera normal kembali.