Menurut EFSA, alasannya terletak pada konsentrasi zat. Dalam minyak sawit konsentrasi zat pemicu kanker lebih tinggi daripada minyak nabati dan margarin lainnya.Â
Singkatnya, apakah minyak sawit berbahaya dan karenanya harus dihindari? EFSA dalam kesimpulannya tidak terlalu menyarankan untuk tidak mengkonsumsinya.
EFSA bahkan menulis bahwa "tingkat GE (glisidil asam lemak) dalam minyak sawit dan lemak turun setengahnya antara tahun 2010 dan 2015, berkat tindakan yang diambil secara sukarela oleh produsen. Hal ini mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam paparan konsumen terhadap zat-zat ini".
Studi terbaru oleh asosiasi konsumen Stiftung Warentest Jerman membela minyak goreng sawit. Menurut lembaga itu, kecurigaan bahwa minyak goreng sawit otomatis karsinogenik" "tidak berdasar".
Minyak sawit kaya akan asam lemak jenuh, antioksidan dan vitamin E. Semua nutrisi ini baik bagi tubuh jika dikonsumsi dengan seimbang.
2. Minyak goreng sawit dituduh "merusak" hutan
Perusahaan-perusahaan besar dituding melakukan perusakan hutan demi menanam kelapa sawit. Perusakan hutan ini dapat menyebabkan kepunahan beberapa spesies hewan seperti orangutan.
Penanaman monokultur kelapa sawit juga akan menyebabkan peningkatan emisi CO2 di lingkungan. Sebanyak 86% produksi minyak sawit dunia dihasilkan Indonesia dan Malaysia. Kelapa sawit tumbuh dengan baik dan berkembang di daerah khatulistiwa. Sisanya 14% terutama diproduksi di Thailand, Nigeria dan Kolombia.
Karena itu, menggunakan minyak goreng dianggap sebagai pilihan tidak etis oleh sebagian warga negara-negara maju.
Benarkah demikian? Kita tidak bisa menutup mata bahwa memang sejumlah perusahaan nakal membabat hutan demi menanam kelapa  sawit.Â