Dalam waktu singkat, fitur ini menjadi saluran untuk pesan instan, dan pengguna mulai mengobrol satu sama lain melalui status WhatsApp.
Jan segera menyadari kebutuhan untuk meningkatkan model operasi aplikasi status ke aplikasi pesan instan berbasis internet. Ini adalah bagaimana versi 2.0 muncul.
Tujuan Jan Koum adalah menjangkau seseorang di belahan dunia lain secara instan melalui gawai.
Segera setelah menyadari permintaan akan aplikasi pesan instan, WhatsApp 2.0 diluncurkan dalam tahap beta. Orang-orang menyukai gagasan masuk (log in) hanya dengan nomor telepon dan mengirim pesan ke kontak menggunakan internet alih-alih paket SMS operator.
Pengguna sangat menyukai pemosisian WhatsApp ini. WhatsApp juga lebih praktis dari BBM Blackberry, dan Google G-Talk dan Skype yang mengharuskan pemakai berbagi ID unik untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Ini menjadikan WhatsApp sebagai aplikasi dengan utilitas tinggi. Pengguna WhatsApp meningkat menjadi 250.000 hanya dalam beberapa bulan.
Akuisisi oleh Facebook dan Perubahan Model Bisnis
Pada Februari 2014, Facebook mengakuisisi Whatsapp dengan harga 19 miliar dolar AS. Menurut Buzzfeed News, Facebook menganggap Whatsapp sebagai pesaing potensialnya di masa depan.
Saat itu, Facebook sedang menjalankan misi untuk menjadikan fasilitas pesan sebagai layanan inti. Whatsapp adalah pesaing terbesar Facebook Messenger, dan bahkan melampaui anak perusahaan Facebook dalam hal tingkat keterlibatan pemakai.
Terlebih lagi, untuk platform berbasis iklan seperti Facebook, WhatsApp dan datanya adalah "peti harta karun" yang menunggu untuk dibuka.
Kepergian para pendiri
Ketika perusahaan WhatsApp bergerak lebih untuk memenuhi ambisi Facebook, Brian Acton meninggalkan Facebook pada September 2017 untuk bekerja di Signal, yayasan nirlabanya sendiri. Langkah ini diikuti oleh Jan Koum yang meninggalkan perusahaan di tengah argumentasi dengan Facebook mengenai privasi data dan model bisnis WhatsApp.
Ada perbedaan signfikan antara model bisnis Jan dan Acton dibandingkan dengan Facebook dalam menjalankan WhatsApp.Â
Brian Acton dan Jan Koum mampu mempertahankan WhatsApp berkat strategi tanpa iklan mereka. Alih-alih mengejar uang dengan terus-menerus mengganggu obrolan dengan iklan, mereka memprioritaskan minat pengguna.