Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kisah Nyataku di Penjara, Melawan dengan Sabar (Bagian I)

21 Februari 2022   09:14 Diperbarui: 21 Februari 2022   09:59 3047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar dari Inspirasiana:

Mulai hari ini Inspirasiana akan memuat kisah nyata Kang Win, anggota Inspirasiana, yang telah menjalani pengalaman sebagai narapidana selama empat tahun dan satu bulan. 

Tulisan ini bertujuan untuk membuka mata hati kita terhadap realita hukum di negara kita, apa adanya. 

Kang Win secara rapi telah menulis sebuah "buku harian" bertajuk Melawan dengan Sabar. Ini adalah bagian pertama "buku harian" tersebut. Selamat membaca dan mencecap makna!  

***

SAATNYA PULANG (Melawan dengan Sabar: Bagian I)

Kamis 10 Februari 2022, suatu pagi di kawasan kaki sebuah gunung.

Tidak ada teriakan kemenangan yang keluar dari mulutnya. Tidak ada pekik merdeka ataupun teriakan takbir menyambutnya. Tidak juga sekedar kalungan bunga. Hanya hangatnya cahaya mentari menyambutnya.

Air mata tampak berlinang di kedua sudut matanya. Dengan ransel hitam di punggung, laki-laki paruh baya itu melangkah pelan. Tujuh langkah ia berhenti. Diturunkannya ransel dari punggungnya. 

Kepalanya yang selama ini sekuat tenaga ia jaga kehormatannya, dijatuhkannya begitu saja ke tempat yang paling rendah, bahkan lebih rendah dari telapak kakinya sendiri. 

Ia letakan keningnya di atas tanah basah, ia bersujud. "Subhaanallah walhamdulillaah, wala ilaaha illallah, wallahuakbar, Wa la haula wa la quwwata illa billahi'aliyyil azhim". Sujud syukur atas nikmat yang baru saja diterimanya, udara kebebasan.

Dalam duduk masih di hamparan tanah itu, ia tengadahkan kedua telapak tangannya seraya berucap lirih: "Terima kasih Tuhan, Engkau telah memberiku kesempatan untuk kembali menghirup udara bebas".

Tak lama, ia bangkit. Ransel sudah berada kembali di punggungnya. Ia balikan badan, sejenak ditatapnya pintu besi yang berdiri kokoh dihadapannya. 

Dalam relung hati ia memohon, "Tuhan, dalam hangatnya cahaya mentari pagi yang Engkau sinarkan pagi ini aku memohon jadikanlah aku yang terakhir dari keluargaku, kerabatku dan sahabatku, yang mengalami seperti yang aku jalani di tempat ini".

Sejurus kemudian ia melangkah menghampiri beberapa orang yang sengaja datang menjemputnya. Mereka adalah sebagian dari sahabat-sahabatnya yang selama ini kerap datang mengunjunginya dan senantiasa menyemangati selama dirinya menjadi penghuni "kompleks" seluas lebih dari 13 hektar dengan pintu gerbang terbuat dari besi tebal itu. Itulah kompleks Lembaga Pemasyarakatan NN.

Hari itu adalah hari kebebasannya setelah 49 bulan atau 4 tahun dan 1 bulan menjadi penghuni penjara.

Laki-laki paruh baya itu dinyatakan sebagai tersangka tindak pidana korupsi (tipikor) pada tanggal 11 Januari 2018 dan sejak tanggal itu ia ditahan di sebuah Rumah Tahanan Negara.

5 Juni 2018 la menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor sebuah kota. Ia didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Setelah menjalani serangkaian persidangan yang cukup panjang dan melelahkan, pada Sidang Penuntutan 6 September 2018 JPU (Jaksa Penuntut Umum) menyatakan Terdakwa TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN melanggar Pasal 2 UU Tipikor yang menjadi Dakwaan Primer tetapi TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN melanggar Pasal 3 UU tersebut yang menjadi Dakwaan Subsider. 

Berdasarkan itu JPU menuntut Terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 3 tahun, membayar denda sebesar Rp. 100 juta atau subsider 6 bulan penjara dan pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 28,22 milyar

Tanggal 2 oktober 2018 dalam Sidang Putusan, Majelis Hakim justru menyatakan Terdakwa TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN melanggar Pasal 2 UU Tipikor, pasal yang menurut JPU tidak terbukti secara dan meyakinkan. 

Berdasarkan itu Majelis Hakim memutuskan menghukum Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun (lebih tinggi dari tuntutan JPU yang hanya 3 tahun), membayar denda Rp. 100 juta subsider 6 bulan penjara dan pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 28,22 milyar. 

Terhadap putusan Majelis Hakim itu terdakwa saat itu juga langsung menyatakan BANDING

Tanggal 20 Desember 2018 Majelis Hakim Banding di Pengadilan Tinggi dalam amar putusannya menyatakan MENERIMA Banding dari terdakwa dan memutuskan meniadakan pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara, menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dan membayar denda sebesar Rp. 200 juta subdider 1 bulan penjara. 

Dengan demikian putusan banding itu menganulir putusan Majelis Hakim Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tipikor) yang menjatukan pidana tambahan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp. 28,22 milyar. 

Terkait dengan kerugian negara ini, sepanjang persidangan selama 4 bulan, terdakwa tidak pernah mengakui adanya kerugian negara itu dan pengadilanpun sesungguhnya tidak bisa membuktikan secara material adanya kerugian negara itu. 

Atas putusan banding itu, lelaki paruh baya itu menyatakan MENERIMA setelah turunnya Salinan Putusan Banding 2 bulan setelah tanggal Putusan.

Sejatinya ia sudah rindu rumah. Sungguh rindu berat. Ini bukan hal yang lebay. Empat tahun dan satu bulan di dalam penjara bukanlah waktu yang singkat. 

Rindu bertemu anak istri dan ibunda tercinta serta kerabat juga sahabat. Rindu makanan rumah dan semua hal yang berhubungan dengannya. Namun ia tak kuasa menolak permintaan sahabat-sahabat yang berada di Kota NN dan sekitarnya. 

Mereka meminta dengan sangat agar sebelum pulang ke Bandung bisa menginap beberapa malam di kota itu. Maka tiga malam ia menginap di rumah salah seorang di antara mereka. Empat hari dan tiga malam itu ia habiskan untuk bertemu melepas rindu dengan sahabat-sahabatnya itu. 

Pada hari terakhir sebelum benar-benar pulang, 25 orang sahabatnya hadir berkumpul bersama dan melepas kepulangannya ke tengah-tengah keluarga. 

Kini ia paham bahwa kehilangan waktu di penjara tidak berarti kehilangan sahabat-sahabat. Ia pun tersadar betapa berartinya mereka bagi dirinya. Sahabat tidak datang karena ia butuh, tapi sahabat hadir saat kita butuh.

Sahabat pembaca yang budiman, akhirnya penulis harus mengatakan bahwa laki-laki paruh baya itu tiada lain dan tiada bukan adalah diri penulis sendiri. 

Kalau tulisan ini hadir di hadapan sahabat pembaca, bukan dimaksudkan untuk membuka aib pribadi sebagai mantan narapidana. Bukan pula untuk membanggakannya. Karena tidak ada yang dapat dibanggakan dari status narapidana itu. 

Saya juga tiada bermaksud untuk membersihkan nama. Karena terlepas dari saya secara pribadi merasa bersalah atau tidak, realitanya pengadilan telah memutuskan bahwa saya bersalah. Dan label mantan narapidana akan tetap melekat pada diri penulis sampai kapan pun.

Jadi, penjara inilah yang menjadi salah satu alasan tidak produktifnya saya sebagai seorang penulis di Kompasiana atau kompasianer. Kesempatan menulis adalah kesempatan yang diperoleh dengan "mencuri-curi" karena satu-satunya alat untuk "menulis" adalah ponsel, sesuatu yang "tidak haram", tapi di penjara keberadaannya ilegal.

Kalau sahabat pembaca ada yang sempat memperhatikan puisi-puisi saya yang tayang di Kompasiana banyak yang bertemakan "sepi dan kesepian" serta "rindu dan kerinduan". Itu karena memang sepi dan kesepian serta rindu dan kerinduan menjadi warna hidup saya yang sesungguhnya selama 4 tahun dan 1 bulan itu. 

Sila baca: Puisi Malam dan Puisi Kukatakan pada Waktu

Akan tetapi sepi dan kesepian tidak pernah bisa "membunuh" saya, karena rindu dan kerinduan telah membuat saya tetap "hidup" untuk bisa "pulang" mengejar rindu dan kerinduan itu sendiri.

Saya ingin berbagi tentang hal-hal yang menarik dari sebuah tempat yang bernama penjara. Maka jika pada hari-hari berikutnya saya hadirkan juga tulisan-tulisan lain tentang penjara ini semoga bisa menghadirkan sedikit gambaran tentang perikehidupan di penjara dengan segala dinamikanya. 

Tentu hanya hal-hal ringan yang bisa saya hadirkan sesuai dengan kapasitas dan kemampuan saya.

Sahabat pembaca yang budiman, begitulah dibutuhkan waktu 1 tahun dan 2 bulan mulai dari saat ditersangkakan sampai putusan pengadilan berkekuatan tetap (inkrah) dan kemudian menjalani status narapidana selama 35 bulan. 

Tentu banyak sekali dinamikanya selama proses itu berlangsung. Melawan Dengan Sabar yang penulis jadikan judul utama serial tulisan ini adalah judul dari Nota Pembelaan (Pledoi) Pribadi yang penulis bacakan di depan Sidang Pengadilan Tipikor dengan 5 orang Majelis Hakim, 9 orang Jaksa Penuntut Umum dan 4 orang Tim Penasihat Hukum Terdakwa.

Beberapa tulisan yang insya Allah akan penulis hadirkan pada kesempatan berikutnya tentu saja tidak akan mengulas substansi kasus saya secara khusus. Ini mengingat bahwa kasus ini berakhir ketika saya menyatakan MENERIMA atas putusan Majelis Hakim Banding sehingga putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap terlepas dari merasa bersalah atau tidak dalam kasus tersebut.

Sila baca Puisi Bandung

Untuk kali ini, itu dulu ya, pembaca. Ijinkan penulis melepas dulu rindu berat ini. Bandung, sungguh aku rindu berat. Saatnya pulang...!

Sebuah kota, 13 Februari, 2022

Winardi

Nantikan bagian selanjutnya dengan tajuk "Sendirian Menghuni Penjara Berhantu" di akun Inspirasiana ini. Silakan follow akun ini untuk membaca belasan bagian dari kisah nyata ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun