Sebuah peristiwa memprihatinkan terjadi di Langkat, Sumatera Utara. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri secara tidak sengaja menemukan penjara ilegal di rumah bupati nonaktif Langkat.
Ia disinyalir melakukan perbudakan modern terhadap 40 pekerja kebun sawit miliknya. Setelah bekerja dari pukul 8 pagi hingga 18 sore, para pekerja itu dipenjara layaknya penjahat di rumah sang mantan bupati.
Rumah yang disambangi KPK itu berlokasi di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Menurut Penanggung Jawab Migrant Care, Anis Hidayah, para tahanan di penjara milik sang bupati diperlakukan secara kejam. Para pekerja yang dijadikan tahanan itu menerima penyiksaan fisik dan mental. Mereka tidak diberi makan dengan layak dan tidak diberi gaji meski sepuluh jam bekerja tiap hari.
Mengapa perbudakan di Langkat baru terungkap?
Kita patut bertanya, mengapa perbudakan manusia terhadap 40 pekerja oleh Bupati Nonaktif Langkat baru terungkap. Itupun tidak sengaja terungkap dalam penggeledahan kasus korupsi sang bupati nonaktif.
Selama 10 tahun, rumah itu diklaim pemiliknya sebagai tempat rehabilitasi pecandu narkoba. Secara swasta si pejabat ini mengelola "panti rehabilitasi narkoba" itu.
Ternyata, semua hanya kedok belaka. Pecandu narkoba yang sudah sembuh lantas diperbudak untuk bekerja di kebun sawit. Bahkan sangat mungkin, semua korban dipaksa bekerja membantu tersangka.Â
Konon tersangka mendatangkan pula tenaga kesehatan setempat untuk memeriksa kesehatan para korban.Â
Akan tetapi, melihat kondisi korban dan kondisi penjara yang sangat tidak manusiawi, tempat itu mustahil disebut sebagai panti rehabilitasi.Â
Jika benar ada tenaga kesehatan yang datang, ada dua kemungkinan mengapa semuanya baru terbongkar sekarang. Pertama, bisa jadi tersangka sangat licik. Kedua, ada kongkalikong. Artinya, ada pihak-pihak yang membantu tersangka menyembunyikan kejahatan keji ini selama bertahun-tahun.
Jika asumsi kedua itu yang benar terjadi, kepolisian perlu juga menyeret komplotan pelaku perbudakan manusia di Langkat ini.Â
Fenomena gunung es kekerasan dan penindasan terhadap pekerja
Kasus penjara manusia di Langkat adalah fenomena gunung es kekerasan dan penindasan terhadap pekerja di Indonesia. Menurut survei JALA PRT mengenai pemenuhan jaminan sosial pada Agustus 2021, 82 persen PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan nasional.
Sebagian hanya menerima 20-30 persen gaji UMR. Ini menandakan, penindasan dan perbudakan dalam wujud baru terus terjadi. Pekerja tidak mendapatkan hak mereka secara manusiawi.Â
Kasus di Lahat semestinya menjadi momentum untuk membongkar lebih banyak lagi kasus-kasus perbudakan manusia di tanah air tercinta.Â
Di sisi lain, kita yang menjadi majikan dan atasan juga disadarkan untuk memanusiakan pekerja dan bawahan kita. Salam peduli.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H