Warnanya usang dan kusam
Teronggok di tanah yang kering
Setelah seharian menemani Abah
Sepatu itu dipakainya setiap hari
Sambil mendorong gerobak butut
Menjajakan makanan dan minuman
Menelusuri jalanan menanjak dan menurun
Sol sepatu Abah semakin menipis
Aku khawatir jika hujan jalanan licin
Abah akan terpeleset, terjatuh
Tubuhnya basah kedinginan
Bagaimana kalau kaki Abah tertusuk paku?
Nanti Abah tidak bisa mencari uang
Meski wajah berkali-kali tertampar debu
Dan terpanggang sinar matahari
Abah tidak menghiraukan sepatunya
Uangnya lebih baik buat aku dan emak
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
Agar perut terisi, meski seringnya tidak
Aku perhatikan sepatu Abah
Sudah seminggu ini teronggok
Di tempat yang sama, di lantai yang kusam
Sejak Abah tidak ada di sisi aku
Abah pergi jauh ke surga
Ketika mobil sedan menghantamnya
Membuat isi gerobak berserakan
Darah berceceran, bercampur air hujan
Mengapa Abah meninggalkan aku?
Kepada siapa aku harus bersandar?
Sementara tubuh emak ringkih
Menahan sakit, tidak ada biaya untuk berobat
Sepatu butut Abah
Menjadi kenangan terindah buat aku
Kan kusimpan dalam hati
Sebagai cambuk buat aku
Doakan aku Abah
Agar aku tetap tegar tanpamu
Aku tidak boleh cengeng
Cobaan ini hanyalah ujian
Aku pastikan padamu Abah
Ujian hidup akan mampu kulewati
Tidak masalah aku masih anak-anak
Spirit perjuanganmu tetap terpatri
Aku pandangi sepatu butut Abah
Kubingkai dalam kenangan
Suatu saat aku janji
Akan membelikanmu sepatu baru
Abah, selamat jalan
Tolong sampaikan kepada Tuhan
Berikan aku cukup kekuatan
juga kesabaran dan keikhlasan
Oleh Tety Polmasari untuk Inspirasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H