Di balik tangis bahagia Mohammed Kamara, ada pula kisah diskriminasi yang pernah dialami para pemain Sierra Leone akibat virus Ebola.
Sierra Leone bukanlah tim unggulan di ajang AFCON ini. Sepak bola Sierra Leone harus menghadapi tantangan di dalam maupun di luar lapangan. Selain situasi politik domestik yang tak stabil, Sierra Leone pernah mengalami diskriminasi terhadap para pesepak bolanya akibat Ebola.Â
Pada Agustus 2014, Federasi Sepak Bola Sierra Leone membatalkan semua pertandingan sepak bola untuk menghentikan penyebaran epidemi virus Ebola 2014 di Sierra Leone.Â
Pemain Sierra Leone yang bermain di luar Sierra Leone, seperti Michael Lahoud yang bermain di Amerika Serikat, didiskriminasi. Para pemain lawan menolak untuk bertukar kaus dan berjabat tangan dengan pemain Sierra Leone.
Para pemain Sierra Leone bahkan hanya diizinkan ke tempat-tempat tertentu di stadion hanya karena dicurigai membawa penyakit Eobla. Â Tim nasional Sierra Leone tidak diizinkan memainkan pertandingan kandang dan semua pemain harus berbasis di luar negeri.
Federasi Sierra Leone pernah dibekukan FIFA
Pada Oktober 2018, FIFA membekukan Federasi Sepak Bola Sierra Leone atas tuduhan intervensi pemerintah pada federasi. Larangan itu diberlakukan pada waktu yang sangat buruk karena Sierra Leone hanya satu minggu lagi akan bertanding dalam kualifikasi Piala Afrika (AFCON) melawan Ghana pada 11 Oktober.
Pujian Antonie Ruediger pada Mohammed Kamara
Pemain Timnas Jerman berdarah Sierra Leone, Antonio Ruediger memuji Kamara sebagai pemain favoritnya dalam pertandingan melawan Aljazair itu.Â
Mohamed Nbalie Kamara. kiper kelahiran 29 April 1999 Â atau berumur 22 tahun ini kini bermain untuk klub lokal East End Lions. Kiprahnya di laga melawan ALjazair sudah menjadi sorotan media dunia.
Tentu para pemandu bakat klub-klub besar sudah mencatat kegemilangan Kamara. Lebih dari itu, dunia telah menyaksikan tangisan bahagia seorang kiper muda yang membela negaranya dengan sepenuh hati.