Belakangan ini media sosial dan media cetak nasional membincangkan fenomena klitih di Yogyakarta. Klitih atau aksi kekerasan oleh remaja ini kembali memakan korban tak bersalah.
Seorang warga yang melintas di Underpass Jalan Kaliurang dibacok sekelompok pelaku klitih sehingga terluka. Syukurlah korban selamat.Â
Pada tahun-tahun terakhir, klitih telah banyak memakan korban jiwa dan luka, juga dari warga biasa yang tidak tahu apa-apa soal perseteruan antargeng diYogya.
Asal dan makna atau arti klitih
Dilansir Kompas.com, klitih sejatinya berasal dari kata bahasa Jawa klitah-klitih, sebuah kata ulang berubah bunyi seperti pontang-panting dan mondar-mandir.
Klitah-klitih adalah aksi keluyuran tanpa arah. Akan tetapi, makna klitih menjadi negatif sejak sekitar tahun 2008.
Klitih disematkan pada aksi kekerasan jalanan oleh remaja di kawasan Yogyakarta. Klitih semakin menjadi pada tahun 2016, di mana tercatat terjadi 43 kasus atau tiga kasus per bulan di DIY.
Korban jiwa akibat klitih juga cukup banyak. Pada 2018, mahasiswa UGM berusia 25 tahun meninggal dunia akibat diserang kelompok klitih. Pada 2019, seorang siswa SMK berusia 17 tahun meninggal setelah diserang geng pelajar di Jalan Menukan.Â
Para oknum siswa yang terlibat kriminalitas klitih di jalanan biasanya kini menggunakan alat-alat yang mematikan. Umpama: rantai, gear sepeda motor, celurit, golok, atau senjata tajam lainnya.