Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Banjir Info Gempa dan Tsunami NTT Juga Berbahaya, Pengalaman Alami Gempa Jogja 2006

14 Desember 2021   17:36 Diperbarui: 15 Desember 2021   09:03 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga kota Maumere, Sikka, NTT, berhamburan mencari tempat aman - (Dokumen warga/Kompas.com) 

Pertama-tama, kita turut prihatin atas gempa yang baru saja mengguncang sejumlah daerah, terutama di NTT. Getaran gempa terasa hingga ke sejumlah daerah lain. 

Kerusakan lumayan parah dialami warga Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Sementara ini belum dilaporkan jatuhnya korban jiwa akibat gempa yang besarnya bervariasi, antara 5-7,4 SR tergantung daerah dan kedekatan dengan pusat gempa (episentrum).

Banjir info tsunami di ponsel bisa berbahaya

Berkat kemajuan teknologi, kini peringatan dini akan potensi tsunami segera cepat disampaikan badan pemerintah kepada warga dan lembaga terkait.

BMKG telah mengirimkan peringatan potensi tsunami segera setelah terjadinya gempa dengan episentrum di laut itu. Ini adalah prosedur standar. 

Setelah dua jam pemantauan, terdeteksi kenaikan air laut yang -syukurlah- sangat kecil, yakni 7 sentimeter di Stasiun Tide Gauge Reo dan Marapokot, Nusa Tenggara Timur.
Setelah memastikan tsunami akibat gempa dan aktivitas gempa susulan tidak sangat signifikan, BMKG mencabut peringatan potensi tsunami, dua jam setelah gempa pertama terjadi. Ini pun logis dan ilmiah. 

BMKG tentu sudah memperkirakan pusat gempa dan jaraknya ke pantai-pantai terdampak (bakal) tsunami. Jika dirasa tsunami yang tiba tidak signifikan dan aktivitas gempa juga sudah menurun, peringatan potensi tsunami dengan sendirinya pantas dicabut.

Jika terjadi gempa lagi dengan skala yang signifikan, barulah ada info baru. 

Dalam rekaman video, tampak kepanikan warga setelah gempa. Hal ini bisa kita pahami mengingat sejarah gempa dan tsunami yang telah mengguncang NTT. Pada  12 Desember 1992, gempa memicu tsunami di Laut Sawu lepas pantai Maumere. Korban jiwa 1.300 orang dan korban hilang 500. 

Akan tetapi, kepanikan itu juga terjadi setelah warga menerima banyak pesan bertema gempa dan tsunami melalui ponsel dari kerabat dan sahabat, bahkan yang jauh dari lokasi gempa.

Berkaca pada pengalamanku saat gempa Jogja 2006, banjir info tsunami dan gempa ini bisa menimbulkan ketakutan dan kepanikan yang tidak perlu. Apalagi ketika pesan yang diteruskan bukanlah dari saksi mata atau dari media massa dan lembaga tepercaya. 

Mengenali info tepercaya

Tidak sukar mengenali informasi tepercaya. Jika Anda mengenal sendiri saksi mata, tentu boleh percaya pada kesaksiannya. Jika Anda mendapat pesan, pastikan ada link (utas) berita media massa dengan reputasi baik. 

Judul-judul bombastis, misalnya: tsunami setinggi pohon kelapa mengancam, bisa kita abaikan. Fokus pada update berita dari lembaga resmi semacam BMKG dan Basarnas. 

Kepanikan yang tidak perlu bisa menimbulkan kecelakaan lalu-lintas ketika orang menyelamatkan diri. Persis yang terjadi di DIY kala gempa tahun 2006, di mana saya menjadi penyintas (survivor). 

Waktu itu situasi sangat kacau karena Gunung Merapi di utara Jogja juga sedang aktif. Sebagian warga Jogja mengira, gempa itu dari aktivitas Merapi sehingga sebagian warga menyelamatkan diri ke arah selatan.

Sementara itu, arus warga dari selatan (kawasan terdampak parah di Bantul) menuju ke utara. Jadinya kacau balau!

Apalagi ada kabar tidak jelas bahwa tsunami sudah menerjang. Padahal yang terjadi adalah ada pipa air yang bocor. Wah, payah betul. 

Siapa yang biasa memancing di air keruh?

Dalam situasi bencana seperti gempa dan potensi tsunami, ada saja oknum yang memancing di air keruh. Pertama, media abal-abal. Media yang hanya mengejar klik akan memasang berita yang bombastis dan memancing ketakutan. 

Kedua, oknum pencuri. Bisa saja oknum pencuri memanfaatkan situasi dengan menakuti warga untuk semakin lari jauh, padahal peringatan potensi tsunami sudah dicabut. 

Memang benar, keselamatan jiwa di atas segalanya. Akan tetapi, bukan berarti lalu jika keadaan membaik, kita tidak peduli dengan harta benda di rumah. 

Salam sehat selalu. Salam peduli prosedur darurat bencana. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun