Aku membuka folder “Perjalanan” yang ternyata hanya berisi satu fail dengan judul yang sama. Bagian awal fail tersebut membawaku meluncur ke masa kecilku. Ibu menggambarkan dengan rinci pengalaman dan perasaannya sejak Tuhan meletakkan aku ke dalam rahimnya.
Itu adalah dua puluh sembilan tahun yang lalu. Membaca catatan ibu, seperti membaca sebuah novel.
Terkadang aku tersenyum sendiri dan terkadang aku merasa mataku tiba-tiba basah. Seperti ketika aku membaca kutipan ini.
Belum lama kami merayakan lima belas tahun usia perkawinan kami. Permata hati kami akan segera masuk SMA.
Aku berusaha bekerja lebih keras. Aku ingin buah hatiku mendapatkan pendidikan terbaik. Tentu saja ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Menyadari usiaku yang sudah di atas 40 tahun dan keterbatasan kemampuanku dalam hal-hal tertentu, aku berusaha memberikan yang terbaik bagi pekerjaanku agar aku dapat mempertahankannya.
Komitmen itu membuatku sering bekerja lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Aku begitu sibuk hingga pada suatu pagi, sebuah surel dengan alamat pengirim “dari suamimu tercinta” menyentakku ketika kubuka komputer di kantor.
Surel itu berisi caci maki terhadapku dan tuduhan bahwa aku selingkuh dengan atasanku, serta ancaman bahwa rumah tangga kami akan bubar jika aku tidak mau berubah.
Aku mengerjapkan mataku yang basah. Aku ingat, saat itu aku baru lulus SMP. Pada hari ibu menerima surel tersebut, beliau pulang kerja lebih awal dan bertengkar hebat dengan ayahku.
Ayahku tidak mengaku sebagai pengirim surel itu. Tentu saja aku percaya alibi ayah. Menurut ayah, mungkin saja surel itu dikirim oleh kolega yang tidak senang kepada ibu.
Pertengkaran tersebut berakhir dengan ibu mengurangi frekuensi lembur. Sebagai gantinya, ibu jadi sering membawa pulang pekerjaan ke rumah. Aku lanjutkan membaca kisah ibu, hingga kutipan di bawah ini menarikku kembali ke masa lalu lagi.
Kami belum lama kembali dari liburan ke luar kota. Acara tersebut diadakan oleh sekolah tempat suamiku mengajar. Di sana aku menyadari, ada orang lain yang lebih istimewa baginya dibanding diriku.
Usia perempuan itu setahun lebih tua dari usiaku. Dia belum menikah. Dalam setiap acara makan bersama, dia selalu berusaha duduk semeja dengan kami, entah bersebelahan atau berseberangan dengan suamiku.
Aku ingat, peristiwa itu terjadi sekitar sembilan tahun yang lalu. Aku sudah kuliah pada saat itu. Kembali dari liburan, pada suatu hari, ibu masuk ke kamarku dan memperlihatkan sebuah foto di ponselnya.
“Kamu kenal orang ini?” tanya ibu.
“Aku tahu sih, ini guru SMA di sekolah papa. Kenapa, Ma?”
“Gapapa, sepertinya dia sangat dekat dengan papa kamu, ya? Apakah mereka punya hubungan spesial?”
“Ah, Mama. Jangan aneh-aneh, deh. Papa gak mungkin macem-macem!”
Mendengar jawabanku yang ketus, ibuku menghela nafas panjang lalu melangkah keluar dari kamarku tanpa mengeluarkan satu patah kata pun.
Setelah itu, selama sembilan tahun bahtera rumah tangga ayah dan ibu tampak tenang-tenang saja dari luar. Mereka hampir tidak pernah bertengkar. Namun, sering aku melihat mereka saling mendiamkan. Lama-lama, aku memandangnya sebagai sesuatu yang biasa.
Selanjutnya aku membuka folder “Keuangan”. Ada sebuah fail berjudul “untuk anakku”. Lalu dua buah folder berjudul “Catatan keuangan” dan “Polis asuransi”.
Aku buka fail “untuk anakku” dan mulai membaca.
Anakku, saat kau membaca ini, mama sudah dalam perjalanan pulang menuju keabadian. Mama selalu meminta kepada Tuhan agar membawa mama pulang dengan cara yang tidak menyusahkan maupun membebani kamu dan papa.
Folder “Polis asuransi” adalah pindaian dari seluruh polis asuransi yang mama beli. Sebagian besar merupakan gabungan asuransi jiwa dan investasi. Ikuti saja proses pencairannya.
Kamu adalah ahli waris tunggal. Mama hanya minta tolong, investasikan seluruh dana yang kamu peroleh dari perusahaan asuransi dalam instrumen yang aman dan memberi hasil tetap setiap bulan.
Semoga hasil bulanan ini cukup untuk biaya pengobatan rutin papa. Setelah papa menyusul mama, kamu bebas memutuskan apa yang akan kamu lakukan terhadap dana itu.
Soal tempat tinggal papa setelah mama tiada, diskusikanlah baik-baik dengan beliau. Jika papa berkenan tinggal di “senior living”, mama sudah menyiapkan deposito dan investasi yang hasil bulanannya cukup untuk membayar biaya kamar yang paling sederhana di kompleks yang pernah kami kunjungi.
Jika papa ingin tinggal di rumah sendiri, mungkin perlu sedikit renovasi. Deposito dan investasi ini dapat kamu cairkan untuk membantu biaya renovasi rumah. Kode akses "internet banking" dan nomor kontak "Relationship Manager" yang menangani akun-akun mama, semua sudah mama catat dengan lengkap dalam fail "catatan keuangan".
Sepanjang hidupmu bersama mama, mama mengenalmu sebagai “daddy’s girl”. Mama percaya kamu akan selalu menjaga papa dengan baik. Sampai berjumpa di pintu surga.
Tentang sebuah pemandangan di rumah duka
Dengan wajah berurai air mata, aku mematikan komputer di atas meja. Kuusap air mataku dengan tangan, lalu berdiri hendak mencari ayah. Aku tak menduga, dalam diamnya, seumur hidup, ibu ternyata hanya memikirkan kebutuhan ayah dan aku.