Karena didorong rasa penasaran, saya bertanya kembali.
“Emang ngaruh ya, Bu? Buat apa sih dipukul-pukul begitu? Saya juga sering lihat orang lain melakukan hal sama.”
Ibu itu tersenyum sebentar. Lantas ia menjawab.
“Ya, sudah kebiasaan sih, Mas. Biar laris manis. Penjual kan ingin dagangannya laku.”
“Benar-benar laku karena dipukul?” tanggap saya.
Ibu itu tertawa.
“Sebenarnya mitos sih. Tetapi, mau percaya atau tidak, kan tidak salah juga dilakukan. Mana tahu benar-benar laku.”
Wkakakakaka… Saya tersenyum ringan dan tertawa terbahak-bahak dalam hati. Uang yang dipukulkan pun biasanya tidak sembarangan. Tidak pernah seribu atau dua ribu. Minimal dua puluh ribu ke atas.
“Ya, semoga penjualannya jadi seperti itu, Mas. Dapat banyak gara-gara uang yang dipukul juga besar,” terang si ibu. “Orang berharap tidak apa-apa, kan?” Ibu itu tersenyum lagi. Ada-ada saja si ibu.
Apa benar tidak ada unsur masuk akalnya?
Menarik untuk dibahas. Coba ditunggu waktu berakhir. Dari awal penjualan pagi hari sampai malam, sejak dipukul-pukulkan uang hingga tutup warung, berapa jumlah penjualan yang didapat. Berapa pula untungnya?