Mungkin kita belum tahu bahwa ada pula tim atlet pengungsi yang akan ikut berlaga dalam ajang Olimpiade Tokyo tahun ini. Salah satunya adalah Masomah Alizada, atlet sepeda yang lolos dari Taliban dan siap meraih kejayaan.Â
Masomah Alizada adalah salah satu dari 29 atlet pengungsi yang akan berlaga di Olimpiade Tokyo musim panas ini. Dia melarikan diri dari Afghanistan ke Prancis setelah dia dan teman-teman sesama atlet sepeda diancam oleh Taliban.Â
Kini Alizada, wanita berusia 24 tahun itu ingin menginspirasi wanita Afghanistan lainnya untuk memperjuangkan kebebasan mereka.
Alizada dan keluarganya berasal dari Afghanistan. Mereka tiba di Prancis sebagai pengungsi pada tahun 2017. Mereka menetap di kota Lille.
Sejak Alizada menerima Beasiswa Atlet Pengungsi IOC pada tahun 2019, dia dan pelatihnya menjadi semakin sadar akan nilai simbolis dari partisipasi Alizada di Olimpiade.
“Saya ingin menunjukkan kepada semua pria yang berpikir bahwa bersepeda bukanlah milik wanita, bahwa saya telah berhasil sampai ke Olimpiade. Jika saya bisa melakukannya, setiap wanita yang ingin terlibat dalam bersepeda, mereka dapat melakukannya, dari negara mana pun, seperti Afghanistan," katanya dalam sebuah wawancara video.
 "(Di Afghanistan) sangat sulit untuk pergi bersepeda dengan peralatan olahraga. Banyak orang menganggap kami bersalah dan menghentikan kami untuk mengancam dan menghina kami, dan melemparkan batu ke arah kami," kenang Alizada.
Menurut Alizada, reaksi kekerasan itu kemungkinan besar karena kebanyakan orang di tanah airnya belum pernah melihat seorang wanita di atas sepeda sebelumnya. "Mereka mengira hal ini bertentangan dengan budaya kita, tapi itu tidak benar. Hanya saja aneh bagi mereka melihat seorang wanita naik sepeda untuk pertama kalinya."
Menjadi panutan bagi orang lain terkadang sulit bagi Alizada, tetapi pelatihnya mengatakan, dia mendorongnya sebanyak yang dia bisa. "Saya katakan padanya untuk selalu memikirkan ayahnya," katanya.Â
Ayah Aliazada selalu membela Alizada dan hak saudara perempuannya untuk mengendarai sepeda ketika mereka diserang karena melakukannya di Afghanistan.
Alizada ingin mendorong wanita di Afghanistan untuk mengikuti jejaknya sebagai atlet profesional. "Saya ingin agar para gadis (di Afghanistan) mengerti bahwa gadis pun bisa mulai menjadi atlet. Jika saya bisa, kalian bisa juga," ungkapnya.
Komite Olimpiade Internasional dan Badan Pengungsi PBB telah mengumumkan skuat pengungsi terakhir yang bersaing di bawah bendera Olimpiade selama Olimpiade Tokyo bulan depan. Enam dari 29 anggota tim itu sudah menjadi bagian dari tim pengungsi pertama di Rio 2016.
Dalam upacara virtual pada Selasa (8 Juni), Komite Olimpiade Internasional (IOC) dan badan pengungsi PBB UNHCR mengumumkan komposisi Tim Olimpiade Pengungsi  untuk Olimpiade Tokyo mendatang.
Dengan 29 anggota, skuad ini hampir tiga kali lebih besar dari tim pengungsi perdana yang beranggotakan 10 orang di Olimpiade Rio. Para atlet akan berkompetisi dalam selusin cabang olahraga. Saat ini mereka berlatih dan tinggal di 13 negara berbeda.
Tim yang dipilih oleh IOC diambil dari 56 atlet yang telah meninggalkan negara asalnya dan mendapat beasiswa untuk berlatih Olimpiade di negara asalnya yang baru.Â
Semoga sukses, Mbak Alizada. Kisahmu menginspirasi para gadis muda dari daerah konflik dalam meniti karier sebagai atlet profesional meski banyak tantangan menghadang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H