Kabar baik datang dari Soa, Ngada, NTT. Taman Baca Inspirasiana Kompasiana telah hadir dan membahagiakan anak-anak di sana. Rekan Roman Rendusara mengisahkan langsung capaian bersejarah ini:
Senja semakin merapat. Jarum jam sedang menuju Pukul 16.00 WIT. Sementara lokakarya daring belum usai. Saya terpaksa keluar tanpa pamit lantaran terjadi kendala teknis. Tidak apa-apa, pikir saya dalam hati. Mungkin ini cara untuk segera beranjak. Sebab beberapa hari yang lalu, saya telah membuat janji, untuk mengantar buku ke Soa.
Dengan hati-hati, saya mengangkat dos buku yang berat itu, meletakkan di atas tempat duduk sepeda motor bagian belakang. Saya mengikatnya dengan karet dari bekas ban dalam sepeda motor. Saya melilitnya sekuat mungkin.
Waktu tidak selalu menunggu dengan sabar. Pukul 17.00 sepeda motor saya mulai berbatuk-batuk. Mesin menderu, pertanda awal beranjak. Fokus dan berdoa dalam hati-semoga perjalanan lancar, adalah modal untuk berangkat.
Soa adalah sebuah kota kecil di Pulau Flores, ibukota kecamatan Soa. Terletak di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Perjalanan dari Ende menuju Soa membutuhkan 3 jam, jika menggunakan sepeda motor. Dari kota Bajawa-ibukota Kabupaten Ngada, dapat ditempuh 15 menit.
Meski kota kecil yang sunyi dan ramah, bandar udara (bandara) untuk wilayah Ngada justru terletak di Soa. Nama bandara itu Turalelo. Nama bandara ini sempat viral pada 2013. Sebab, Marianus Sae-bupati Ngada kala itu, nekat memblokirnya. Akibatnya, pesawat Merpati Kupang-Soa gagal mendarat. Dengan demikian, nama Soa ikut gempar.
Kecamatan Soa yang membawahkan 14 desa ini sebagai daerah persawahan. Ia memasok beras, terutama untuk wilayah Ngada. Selain sajian hamparan sawah yang indah, di Soa terkenal dengan obyek wisata air panas alam. Sebelum pandemi banyak wisatawan asing berendam dan menghangatkan badan di pemandian air panas ini. Selain itu, Situs Gajah purba Matamenge turut memperkenalkan Soa ke dunia luar, terutama kalangan peneliti yang mencintai paleotologi.
Tak terasa Soa semakin dekat. Perjalanan 125 km itu dituntaskan dengan 3 jam lebih. Cukup aman dan lancar. Pukul 20.15 saya sudah tiba di tempat tujuan.
Teman saya, Adji sudah menunggu di rumah. Meski gelap dan samar-sama cahaya lampu dari rumah, dia menyambut sumringah. Letupan bahagianya kuat terasa ketika ia menepuk-tepuk paketan buku yang belum sempat diturunkan.
“Selamat datang di Soa, terima kasih, Inspirasiana-Kompasiana,” katanya singkat.
Saya dipersilahkan langsung ke belakang rumah. Beberapa bapak yang sedang menghangatkan badan dengan api menyambut saya. Adji memperkenalkan saya kepada mereka.
Saya melihat dua anak muda membuka karet. Mereka mengangkat paketan buku dari atas motor tadi. Diletakkannya di dalam rumah. Lalu, mereka terlihat sibuk menata ruangan 4x6 meter di sisi kanan rumah itu. Seorang menyapu. Seorang lagi mengecat tembok dengan cat warna putih.
“Itu ruangan untuk buku-buku. Jika terlalu sempit, anak-anak bisa membacanya di halaman rumah, di bawah pohon-pohon itu. Nanti dibuat bangku-bangku panjang dari bambu. Baru saja anak-anak pulang ke rumah. Tadi mereka tunggu sejak sore. Mereka sangat senang,” kata Adji.
Sambil disuguhi kopi, diskusi santai pun terjadi. Saya menghidu aroma arabica yang khas sejenak melepaskan lelah.
Saya memperkenalkan diri sebagai penghubung komunitas Inspirasiana-Kompasiana. Tak lupa saya menyebut niat komunitas ini untuk berbagi literasi melalui taman baca dan buku.
“Setelah sekian lama, rindu ini akhirnya mulai terwujud,” ujar Adji bahagia. Sebagai seorang mantan wartawan di Jakarta, ia sangat peduli terhadap gerakan literasi di Ngada, NTT. Namun, alasan minimnya sarana dan prasarana mimpi itu sulit terwujud.
Adji mengeluh. Di NTT dan Ngada khususnya, banyak sekolah dibuka. Tetapi tidak banyak memiliki perpustakaan dan taman baca. Sebab, Pemda melalui dinas terkait masih sibuk soal teknis administratif, seperti jam pelajaran, mutasi, dan gaji guru.
“Kita membeli buku dari Pulau Jawa. Ongkos kirim jauh lebih mahal dari harga buku. Ditambah, dinas terkait tidak mau direpotkan dengan urusan pengadaan buku-buku bacaan. Urusan gaji guru saja nombok, apalagi beli buku,” katanya mengeluh.
“Terima kasih banyak kepada komunitas Inspirasiana-Kompasiana yang telah mendatangkan buku-buku ini.”
Adji-yang selanjutnya pengelola Taman Baca ini mengatakan sangat bersyukur, sebab komunitas Inspirasiana mengirimkan buku-buku bermutu. Ini sangat membantu anak-anak di wilayah ini, katanya, terutama mengerjakan PR dan tambahan pengetahuan.
Menurut Adji, pengguna taman baca diutamakan bagi anak-anak sekolah, mulai dari tingkat SD sampai SMA. Di sekitarnya, terdapat tiga buah SD dengan ratusan murid, ada dua SMP, dan dua SMA (sebuah SMA dan 2 SMK).
Abraham Gromang, seorang tokoh masyarakat, mengatakan sangat mendukung keberadaan Taman Baca ini. Ia berharap, anak-anak giat membaca. Ia akan memotivasi anak-anak. “Bersyukur, orang su bantu kita, tugas kita hanya baca, untuk masa depan sendiri, bukan masa depan yang bantu,” katanya.
Adji pun menitipkan pesan, kiranya komunitas Inspirasiana dan kompasianer tak bosan membantu lagi dan menambahkan koleksi buku. Dengan semakin bertambah koleksi buku, ia berniat membuka taman baca yang sama di kampung-kampung lain di pelosok.
Catatan:
Komunitas Inspirasiana mengucapkan terima kasih kepada Bang Roman yang telah bersedia menjadi penghubung untuk Taman Baca Inspirasiana – Kompasiana. Terima kasih tak terhingga juga kami haturkan kepada para donatur baik berupa uang dan buku, serta PT Kuark International yang menggratiskan ongkos kirim buku ke Soa.
Ke depannya, para pembaca dan kompasianer dapat menyalurkan buku baru dan bekas untuk Taman Baca Inspirasiana di Soa maupun lokasi lainnya. Silakan hubungi inspirasianakita@gmail.com untuk donasi. Salam edukasi.
Ditulis oleh Roman Rendusara untuk Inspirasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H