Intinya yang penting masyarakat suka. Urusan berpengaruh negatif atau positif bukan tanggung jawab lagi. Karena apa yang mereka lakukan sekadar kerja.Â
Dalam hal ini tentu saja tidak berlaku untuk semuanya. Kita percaya masih ada pelaku peran yang bekerja atas nama seni dan hati.Â
Bila Tanggung Jawab itu AdaÂ
Bila mereka yang membuat sinetron punya rasa tanggung jawab atas kehidupan ini tentu akan membuat sinetron yang bermutu dan mendidik masyarakat. Tidak selalu berteguh dalam pembenaran atas permintaan pasar.Â
Mereka pasti akan berusaha mengubah selera masyarakat yang rendah asal terhibur tanpa memikirkan tontonan yang mendidik. Tidak sekadar membuat sinetron asal jadi. Namun merasa bertanggung jawab mendidik masyarakat sesuai profesinya.Â
Bila tanggung jawab itu ada pasti akan lahir sinetron berkelas yang secara tidak langsung dapat mengubah selera sebagian penonton yang asal terhibur tanpa peduli dengan hikmat dari sebuah tontonan.Â
Mungkin ada yang balik bertanya. Mengapa Anda sendiri tidak berperan  melakukannya? Jangan asal kritik dong. Benar.Â
Berperan Sesuai Kapasitas Diri
Dalam hal ini kapasitas diri saya sebagai penulis, maka itu akan berperan sebagai penulis yang bertanggung jawab. Tidak akan mengambil bagian asal tulis demi untuk memenuhi selera pasar. Menulis dengan judul bombastis, tetapi isi seadanya. Karena yang penting banyak yang klik.Â
Rasa tanggung jawab itu juga dengan berusaha tidak menulis demi mengejar tayang sehingga mengabaikan kemampuan diri memaksakan menulis apa saja yang tidak sesuai hati.Â
Menurut saya menulis sesuai dengan hati menjadi tanggung jawab yang takboleh terabaikan seorang penulis. Karena lebih  menjadi tantangan daripada menulis sesuai selera Admin Kompasiana sehingga menjadi langganan masuk Artikel Utama. Misalnya. Karena media untuk menulis bukan hanya di Kompasiana.Â
Saya pikir daripada mempelajari selera Admin, alangkah lebih baik merenungkan isi tulisan sendiri. Apakah benar sudah sesuai bisikan hati atau bisikan nafsu keinginan untuk memuaskan ego?
Menulis sesuai hati tentu saja tidak mudah karena godaan menulis sesuai keinginan selalu ada, padahal  keinginan belum tentu mendapat restu dari hati. Tak aneh bila slogan menulis dengan hati bisa menjadi omong kosong.Â