Kue ini dibentuk sedemikian rupa. Ada yang berbentuk jambu, bulat hingga kotak dan dibuat berwarna warni. Kue ini kemudian dirangkai menggunakan lidi daun kelapa muda dan disusun sehingga nampak begitu cantik.
Pada hari perayaan, hujan mengguyur dari pagi hingga sore. Walau demikian, selepas ba'da Dzuhur, sudah nampak begitu ramai jalan desa yang hanya berjarak dua meter ini.
Beberapa anak muda nampak sibuk mendorong gerobak bermuatan pohon pisang beserta buahnya. Mereka disewa oleh warga yang akan menggelar soan. Pisang ini kemudian diantar ke rumah lalu dipasang di depan rumah. Biasanya di teras rumah.
Selain mereka, warga lain utamanya para bapak-bapak juga sibuk memikul pohon pisang yang entah berapa beratnya ke rumah. Pohon pisang inu kemudian dibuka sedikit daunnya lalu diikat agar tidak roboh.Â
Setelah selesai, barulah dilakukan pemasangan ornamen dan kue serta pernak-pernik lainnya.
Setelah Ba'dah Ashar, saya kemudian berkeliling ke semua rumah yang anaknya melakukan Soan. Di jam ini, saya menemukan para ibu-ibu sudah mulai memasang ornamen. Semisal bendera merah putih, uang, dan lain-lain. Uniknya ialah belum digantung ada dipasang kue.
Sebab, jika sudah dipasang maka dipastikan prosesi perampas atau rabas sudah dilakukan lebih awal dari jadwal yang seharusnya yakni selepas Ba'da Magrib. Setelah puas berkeliling dan mengambil dokumentasi, saya pulang ke rumah.
Pukul lima tiga puluh sore, saat sedang bersiap-siap untuk menyambut batal, terdengar di jalan desa begitu riuh. Ternyata setelah hujan sedikit berhenti, anak-anak dari ukung kampung, kecil hingga remaja sudah berkumpul
Mereka menyerbu rumah lokasi perayaan soan. Ternyata mereka sudah gerilya dan melaukan rabas soan lebih awal di ujung kampung. Alhasil, suasana begitu riuh. Saya bahkan cekikan melihat tingkah mereka.
Mereka berbondong-bondong berdiri di depan rumah. Sang tuan rumah yang berusaha menjaga agar jangan dulu dirabas dan menunggu habis magrib kewalahan.