Pada umumnya, pelayat memberikan pepau (uang duka dalam amplop putih) sebagai tanda turut berduka. Namun, keluarga yang berada biasanya tidak menerima pepau. Jika mereka menerima pepau, maka dana yang terkumpul biasa disumbangkan kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan.
Jika keluarga yang berduka tidak menerima pepau, pelayat akan memberikan “wan lian”, salah satu bentuk seni kaligrafi huruf Mandarin.
Wan lian adalah sajak yang terdiri dari dua baris kalimat. Masing-masing kalimat terdiri dari tujuh kata. Wan lian berisi pujian dan doa untuk almarhum, serta ungkapan simpati untuk keluarga yang berduka. Tulisan dan gambar dibuat di atas kertas, kemudian dipotong dan ditempel di atas kain.
Kain yang digunakan biasa berwarna gelap. Kain wan lian digantung di dinding rumah duka hingga saat pemakaman. Selesai pemakaman, kain dapat digunakan oleh keluarga yang berduka untuk membuat pakaian yang akan dikenakan selama masa berkabung.
Perjalanan ke tempat pemakaman
Pemberangkatan jenazah ke tempat pemakaman dimulai dengan sembahyang. Sanak famili mempersembahkan korban berupa san-xing atau wu-guo.
San-xing artinya tiga jenis hewan, umumnya terdiri dari daging, ikan dan ayam. Wu-guo artinya lima buah-buahan, umumnya dipiliha buah-buahan yang berbentuk bulat, rasa manis, berbiji. Selain itu, dipilih juga buah yang namanya mirip lafal bunyi kata yang mengandung kebaikan. Setelah selesai upacara, persembahan ini boleh dibawa pulang untuk dimakan bersama, supaya mendapat berkat dan rezeki.
Contoh buah yang umum digunakan:
Jeruk (Juzi, 橘 子), diidentikan dengan lafal bunyi Jixiang 吉 祥 artinya Kebaikan.
Apel (Pingguo, 苹 果), diidentikan dengan lafal bunyi Pingan 平 安 artinya Tentram.
Pir (Liguo, 莉 果), diidentikan dengan lafal bunyi Liyi 利 益 artinya keberuntungan.
Nanas dalam lafal hokkian disebut "Ong Lay", bermakna kejayaan datang. Hal ini sesuai juga dengan bentuk yang menghadap ke atas menandakan kejayaan.
Terinspirasi dari saudara-saudara Tionghoa yang tinggal di daerah Jawa, buah srikaya pun kini cukup banyak digunakan karena erat dengan kata "kaya".
Pada saat yang sama menantu laki mengadakan ritualnya dengan mempersembahkan “Leng Ceng”. Bentuknya seperti umbul-umbul, berwarna merah, berisi tulisan nama almarhum dan nama-nama menantu. Leng Ceng ini nantinya diletakkan di atas kubur persis di atas peti mati.
Bagi mereka yang masih memegang ketat tradisi, untuk menunjukkan rasa cinta anak kepada orangtua, maka mereka diharuskan telanjang kaki berjalan sampai persimpangan jalan barulah boleh masuk ke mobil jenazah yang mengantar sampai ke kubur. Dewasa ini tradisi demikian sudah jarang dilakukan, sebab selain udara yang panas juga mengganggu lalu-lintas jalan.
Sembahyang di kuburan
Ritual penyembahan di kubur dilakukan dengan cara membakar hio, berlutut, mengelilingi peti jenazah, dipimpin oleh sai kong. Selesai sembahyang, dilakukan tabur bunga yang dimulai oleh sanak keluarga dan diikuti oleh pelayat.