Kehidupan modern rupanya memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satunya adalah pemakaian plastik dan styrofoam sebagai pembungkus makanan "modern".
Plastik pada awalnya diciptakan untuk mencegah perusakan hutan akibat industri kertas. Sayangnya justru kemudian kita kecanduan menggunakan plastik dan turunannya, termasuk styrofoam.
Kita melupakan bahwa sebelum plastik dan styrofoam ada, manusia sudah menggunakan bungkus makanan dari bahan alami.
Salah satu pembungkus makanan alami adalah daun pisang. Waktu kecil mungkin kita sangat akrab dengan daun pisang sebagai pembungkus aneka kudapan lezat. Sayangnya, saat ini kita lebih akrab dengan plastik dan styrofoam.Â
Padahal, ragam kuliner Nusantara telah lama menggunakan daun pisang sebagai pembungkus makanan. Ada aneka jenis teknik pembungkusan makanan dengan daun pisang dari bebagai daerah. Antara lain: pincuk, sudi, takir, sumpil, samir, pinjung, dan pasung.Â
Apa saja keuntungan kembali memakai daun pisang untuk bungkus makanan? Ada tiga:
Pertama, kita terhindar dari paparan zat berbahaya dalam plastik
Para peneliti mengatakan bahwa plastik bukanlah bahan yang sepenuhnya stabil. Dikutip dari theguardian, Dr Leo Trasande mengatakan bahwa ketika terkena panas - misalnya, di microwave dan mesin pencuci piring - polietilen dan polipropilen dalam plastik dapat terurai.
Plastik yang terpapar panas akan melepaskan bahan kimia yang tidak diketahui ke dalam makanan dan minuman. Makanan berminyak juga dianggap menarik beberapa bahan kimia plastik.
Ahli lain, Dr Hauser mengatakan, "Meski tidak menggunakan microwave, bahan kimia masih bisa masuk ke makanan yang disimpan dalam wadah atau kantong plastik.
Ada penelitian yang dilakukan beberapa tahun lalu di Jepang yang menunjukkan bahwa plastik yang digunakan untuk menyimpan makanan dan cairan memungkinkan bahan kimia untuk larut ke dalam makanan dan minuman.
Nah, jika menggunakan pembungkus makanan alami, risiko terpapar zat berbahaya dari plastik dapat kita cegah.
Kedua, mengurangi jumlah sampah plastik yang mencemari lingkungan
Plastik dapat bertahan ratusan tahun di lingkungan karena memang sifatnya sulit terurai. Aneka fakta tentang pencemaran plastik membuat kita bergidik ngeri.
Ada 8 juta keping polusi plastik masuk ke lautan kita setiap hari. Sebanyak 79% sampah plastik dikirim ke tempat pembuangan sampah atau dibuang ke sungai dan laut, sementara hanya 9% yang didaur ulang, dan 12% dibakar.
Ketiga, daun pisang memberi cita rasa khas pada makanan
Daun pisang tidak memiliki pori. Juga cukup tebal sehingga mampu menjadi pembungkus makanan berkuah. Keunggulan lain bungkus daun pisang juga ada.Â
Tidak seperti bungkus plastik yang sering mengubah cita rasa makanan, bungkus daun pisang justru menambah sedap rasa makanan.
Saya mengalaminya sendiri. Masa kecil saya di Yogyakarta lekat dengan nagasari, lemper, dan thiwul yang dibungkus dengan daun pisang. Ketika kudapan itu disajikan dengan bungkus pisang, ada aroma khas yang membuat makanan tambah lezat.
Wasana kata, mari kita kembali menggunakan daun pisang untuk bungkus makanan ramah lingkungan. Jika agak sulit mendapatkannya, setidaknya kita perlu menggunakan wadah makanan tidak sekali pakai.
Jika ada kesempatan untuk menanam pohon pisang, mari kita tanam pohon penuh manfaat ini. Daunnya untuk pembungkus, buahnya kita santap. Duh, sedap!
R.B. untuk Inspirasiana. Juga dimuat di blog pribadi.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI