Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tidak Bersyukur Ketika Ada, Ketika Tiada Baru Merindukan

24 Maret 2021   10:14 Diperbarui: 24 Maret 2021   12:39 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Mary Taylor from Pexels

Ketika rintik  hujan itu ada setiap waktu, ada rasa terganggu. Namun saat rintik hujan menjauh, walau hanya setitik pun rindu.

Beginilah umumnya manusia ketika sesuatu itu ada lupa menikmati dan bersyukur. Namun ketika sudah tiada malah merindukan dan sangat berharap kehadirannya.

Sederhana sekali kebenaran ini menandakan bahwa kita memang belum benar-benar menerima kondisi apa pun hidup kita dengan hati yang bersyukur. Karena hati yang mengeluh masih jadi teman setia.

Itulah saya.

Saya ini termasuk yang gampang berkeringat. Baru bergerak sedikit saja keringat sudah mengucur. Tidak heran belum setengah hari air minum ukuran botol 1,5 liter sudah ludes.

Kadang bahkan di ruang berpendingin pun saya masih bisa berkeringat. Beraktivitas  sedikit sudah berkeringat. Untuk itu sehari paling tidak harus berganti baju bisa dua atau tiga kali.

Orang-orang justru mengatakan bagus. Artinya sehat. Sebaliknya saya kadang merasa tidak nyaman. Baru habis mandi saat mau pergi baju sudah basah duluan. Wangi parfum sudah hampir berganti bau keringat. Tentu  tidak nyaman, bukan?

Diam-diam ada rasa mengeluh. Bagaimana kalau tidak berkeringat seperti ini? Pasti enak. Adem.  Tidak merepotkan. Dll.

Mau bagaimana.lagi masalahnya memang sejak kecil sudah gampang berkeringat seperti ini karena aktif berolahraga.

Ada bagusnya juga gampang berkeringat, paling tidak racun-racun yang ada di dalam tubuh ikut keluar. Namun itu, ah …

Belakangan ini saya merasakan ketaknyamanan pada tubuh. Setiap menjelang malam badan dan bagian  tangan terasa panas. Di bagian kulit terasa benar-benar tidak nyaman, tetapi menjelang tengah malam hilang.

Yang aneh, mengalami panas, tetapi tidak berkeringat. Beberapa malam sampai tidak menyalahkan alat pendingin. Bahkan saya masih pakai jaket saat tidur. Tidak berkeringat sama sekali.

Belakangan saya baru sadar, hawa panas yang ada karena seluruh bagian tubuh tidak mengeluarkan keringat. Jadi, masalahnya di keringat.

Tiap hari sengaja jemur di terik matahari. Apa yang terjadi? Tetap tidak berkeringat. Saya lakukan sauna alami di dekat mesin broiler dengan pakai jaket. Ada keringat. Sedikit. Yang banyak hanya di bagian wajah. Tetap tidak nyaman.

Akhirnya kontrol ke dokter. Saya ceritakan kondisi yang saya alami. Dokternya malah bingung. Minta dirujuk, bingung ke dokter bagian apa. Bagaimana ini? Mau kesal juga percuma. Saya pulang tanpa dikasih obat.

Saya cari-cari informasi di berbagai situs kesehatan  tentang  gejala yang saya alami dengan kata kunci susah berkeringat. Namun tidak ada yang persis. Bingung.

Pikiran nakal saya melayang. Apa jangan-jangan? Saya tanya teman yang ada di Bali. Apa katanya? Yang saya alami itu gejala orang tua.

Bagai petir menyambar. Baru sadar. Memang sudah tua. Perasaan saja yang masih muda. Namun kenyataan takbisa menolak.

Entah sudah berapa kali kehidupan mengajarkan, tetapi sekian kali pula saya mengabaikan bahwa hidup ini akan terasa indah bila ada ketersediaan hati menerima kondisi apa pun.

Tanpa keterbukaan hati maka akan selalu hidup dalam kebimbangan seperti umumnya manusia. Bersyukur dan mengeluh silih berganti tanpa pernah bertumbuh.

Sebelumnya saya merasa kesal dan terganggu dengan keringat, sekarang malah mengharapkan berkeringat.

Sesungguhnya kehidupan ini merupakan kesempatan untuk bertumbuh bukan hanya raga, tetapi juga jiwa spitual. Yang lebih menyedihkan adalah bukan hanya tidak bertumbuh, tetapi malah menjadi layu.

Jadi, apa artinya kesempatan yang diberikan hidup di dunia ini  --yang sejatinya sebagai tempat pendidikan--justru mengalami hidup dalam kemunduran?

Ditulis K71 untuk Inspirasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun