Dalam rangka merayakan Hari Kebahagiaan Internasional yang jatuh pada 20 Maret kemarin, The World Happiness merilis hasil penelitiannya yang ke-9 untuk tahun 2021. Jika beberapa tahun sebelumnya fokus laporan ini adalah cara-cara pemerintah "membahagiakan" masyarakatnya dalam penerapan kebijakan ekonomi, politik, dan sosial, maka pada tahun ini cukup berbeda, setelah satu tahun pandemi berlangsung di seluruh dunia.
Laporan tahun ini berfokus kepada efek dari Covid-19 terhadap nasib setiap orang di seluruh dunia. Dikutip dari laporan tersebut, para peneliti memiliki dua tujuan dalam membuat laporan tahun ini, yaitu fokus pada efek Covid-19 terhadap struktur dan kualitas kehidupan seluruh manusia, selanjutnya untuk menggambarkan dan mengevaluasi bagaimana pemerintah di seluruh dunia menangani pandemi.
Kesedihan dan Kekhawatiran MeningkatÂ
Pada tahun ini, Finlandia kembali mendapatkan peringkat pertama sebagai negara paling bahagia di seluruh dunia. Ini adalah keempat kalinya secara berturut-turut Finlandia menempati peringkat pertama, menyusul kemudian Denmark, Swiss, dan Islandia.
Sedangkan negara paling tidak bahagia di dunia adalah Zimbabwe, Tanzania, Jordan dan India. Sementara itu, peringkat Indonesia dibandingkan dengan tahun 2019 naik dari peringkat ke-84 menjadi peringkat ke-82 pada tahun ini.
Data laporan yang disponsori setiap tahun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, berasal dari masyarakat di 149 negara yang diminta untuk menilai kebahagiaan mereka sendiri. Laporan ini melihat enam variabel kunci untuk mendapatkan skor kebahagiaan, yaitu pendapatan, kebebasan, kepercayaan kepada pemerintah, harapan hidup yang sehat, dukungan sosial dari keluarga dan teman, serta kemurahan hati.
Salah satu hal yang menjadi fokus adalah bagaimana pandemi telah membuat seluruh masyarakat dunia menjadi lebih tidak bahagia. Dibandingkan dengan tahun 2019, emosi negatif di seluruh dunia meningkat. Kesedihan meningkat sebanyak 3% dari tahun sebelumnya, yaitu naik dari 23,2% menjadi 26,1%. Kekhawatiran juga meningkat sebanyak 3% dari 38,4% menjadi 41,5%. Sedangkan emosi positif tertawa dan kebahagiaan tidak mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.
Indonesia dalam The World Happiness Report 2021
Menurut penulis, tidak banyak pembahasan yang disediakan mengenai Indonesia dalam laporan The World Happiness Report tahun ini. Namun, terdapat sebuah data yang patut diperhatikan oleh masyarakat dan juga pemerintah Indonesia.
Ditemukan sebuah korelasi di mana Indonesia menjadi negara dengan tingkat kepatuhan protokol Covid-19 terendah di seluruh Asia Pasifik, dengan tingkat skor Programme for International Student Assesment (PISA) yang rendah. PISA adalah studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah di sebuah negara.Â
Skor kepatuhan protokol kesehatan Indonesia menjadi yang terendah di Asia Pasifik, yaitu 43%, di mana rata-rata seluruh negara di Asia Pasifik adalah 67,4%. Negara lain di Asia Pasifik seperti Singapura dan China, yang memiliki skor PISA tinggi, masyarakatnya justru patuh dalam menjalankan protokol kesehatan.
Menurut penulis, penelitian tersebut membuktikan bahwa kegagalan Indonesia dalam meningkatkan kepatuhan protokol kesehatan kemungkinan besar dipengaruhi oleh kurang tepatnya pemahaman publik yang berbasis kepada penelitian dan fakta. Strategi melawan Covid-19 pun sulit untuk dijalankan, jika tingkat kepatuhan tetap rendah.
Dua Strategi Kunci Penanganan Covid-19 yang Berhasil
The World Happiness Report juga mengukur keberhasilan setiap negara-negara di dunia dalam menerapkan strategi penanganan pandemi Covid-19. Terdapat dua kunci dari keberhasilan sebuah negara dalam memerangi Covid-19 yang diukur dari tingkat kematian akibat Covid-19 selama tahun 2020, yaitu kepercayaan dan kesetaraan pendapatan.
Masyarakat dari negara dengan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah, dan keseteraan pendapatan yang baik, lebih sukses dan sangat menentukan keberhasilan sebuah negara dalam memerangi Covid-19.
Selain kedua strategi kunci tersebut, penelitian ini juga menemukan bahwa negara yang memiliki pengalaman memerangi epidemi Severe Acute Respiratory Syndorme (SARS), seperti China, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura, cenderung lebih sukses dalam menerapkan strategi melawan Covid-19.
Perempuan pemimpin juga menjadi faktor penentu kesuksesan sebuah negara. Di mana 7 negara yang dipimpin oleh perempuan seperti Jerman, Taiwan, Selandia Baru, Islandia, Finlandia, Norwegia, dan Denmark, selain mendapatkan peringkat tinggi sebagai negara paling bahagia di dunia, juga sukses mengatasi pandemi.
Dikutip dari Forbes (13/4/20), terdapat 4 penentu yang membedakan perempuan pemimpin negara dari rekannya yang pria, yakni kebenaran, ketegasan, teknologi, dan cinta.
Kebenaran ditunjukkan oleh Kanselir Jerman Angela Merkel, di mana Jerman melompati fase-fase awal seperti penyangkalan, kemarahan, dan ketidakjujuran ketika menghadapi kasus pertama Covid-19 yang justru terjadi di negara lainnya. Merkel juga berdiri lebih awal daripada pemimpin negara lainnya untuk menyerukan bahwa Covid-19 adalah penyakit yang serius.
Ketegasan Presiden Taiwan Tsai Ing-wen di Taiwan dapat kita lihat pada bulan Januari 2020, di mana ia mengesahkan 124 tindakan untuk menurunkan penyebaran virus tanpa menerapkan lockdown. Respons tersebut berhasil membawa Taiwan hingga seperti kondisi sekarang, dengan hanya memiliki 10 kasus kematian akibat Covid-19.
Sedangkan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Arder awalnya dinilai terlalu cepat dalam memberlakukan lockdown. Namun, responsnya yang tegas justru menyelamatkan Selandia Baru dari badai pandemi, di mana hanya terdapat 26 kasus kematian akibat Covid-19.
Teknologi dimanfaatkan dengan baik oleh Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin. Sebagai pemimpin milenial yang dinobatkan sebagai kepala negara termuda di dunia, ia memanfaakan influencer media sosial sebagai agen utama dalam memerangi krisis pandemi Covid-19.
Ia sadar bahwa tidak semua masyarakat membaca koran atau menonton berita. Para influencer dari segala usia di Finlandia diharuskan untuk menyebarkan informasi berbasis fakta dalam menangani pandemi.
Sedangkan Perdana Menteri Islandia Katrin Jakobsdottir sukses dalam menyediakan pengujian virus Covid-19 secara gratis dan melakukan skrining lima kali lebih banyak dibandingkan Korea Selatan. Hasil dari skrining besar-besaran ini adalah Islandia tidak perlu melakukan lockdown dan sekolah pun tetap dibuka seperti biasa.
Cinta ditunjukkan oleh Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg, di mana ia menggunakan program televisi untuk berbicara langsung dengan anak-anak di negaranya. Setiap harinya selama 3 menit akan diadakan konferensi pers, di mana Solberg akan menjawab pertanyaan anak-anak yang kebingunan dan ketakutan dalam menghadapi pandemi ini.
***
Setahun terakhir adalah tahun yang sangat berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19 telah mengubah kehidupan seluruh masyarakat dunia. The World Happiness Report juga menunjukkan bagaimana pandemi telah mengubah kebahagiaan masyarakat dunia. Hal ini juga dibuktikan dengan tingkat kekhawatiran dan kesedihan yang meningkat selama pandemi ini.
Indonesia yang mendapatkan peringkat ke-82 negara paling bahagia di dunia pada tahun ini, masih perlu banyak belajar dari negara-negara lain seperti Finlandia, yang dinobatkan keempat kalinya menjadi peringkat pertama negara paling bahagia di dunia. Bukan hanya bahagia, Finlandia juga sukses dalam menerapkan strategi yang tepat dalam melawan pandemi Covid-19.
Â
Sumber:
Helliwell, John F., Richard Layard, Jeffrey Sachs, and Jan Emmanuel De Neve, eds. 2-21. World Happiness Report 2021. New York: Sustainable
Wittenberg-Cox, Avivah. What Do Countries with The Best Coronavirus Responses Have in Common? Women Leaders. 13 April 2020. Forbes.
Jeniffer Gracellia untuk Inspirasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H