Senyaman-nyamannya tinggal di pedalaman karena jauh dari keramaian dan kerumunan yang menentramkan hati, orang pedalaman juga perlu ke kota untuk memenuhi kebutuhan hidup. Demikian kira-kira ungkapan pas untuk saya, guru pedalaman di Kabupaten Mappi, Papua.Â
![Bersama murid-murid hebat dari Papua - Dok Susana Alkorisna](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/aa-sonya-5fe70af0d541df12223e7e02-6017c5c98ede4816c668ec22.jpg?t=o&v=770)
Membahas tentang belanja kebutuhan sehari-hari antara distrik saya tinggal dan distrik tetangga sering kali membuat saya merasa tercekik. Sebut saja beras 10 kg harganya bisa mencapai Rp 180.000, bensin 1 liter seharga Rp 15.000, dan gula untuk 1 kg seharga Rp 25.000.Â
Harga barang tersebut jika dibandingkan dengan harga di ibu kota distrik tetangga bisa lebih murah, kurang lebih selisih Rp 5.000 hingga Rp 10.000.
![Pelabuhan speedboat dan ketinting di Bade, Papua- Dok Susana Alkorisna](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/img-20210201-wa0020-6017c657d541df45e2433812.jpg?t=o&v=770)
Selama saya tinggal di Papua, untuk menjangkau desa tetangga demi memenuhi kebutuhan, transportasi yang biasa saya gunakan adalah ketinting milik masyarakat setempat. Ketinting sendiri merupakan perahu kayu yang menggunakan motor luar dengan poros panjang yang dipasang di bagian sisinya.Â
Biaya perjalanan ke distrik tetangga menggunakan ketinting untuk pergi pulang cukup banyak menguras kantong, yang mana untuk pergi pulang sendiri dapat mengeluarkan uang sebesar Rp 500.000.Â
Namun, jika ingin akses yang lebih cepat, masyarakat di sana juga menawarkan jasa speedboat seharga Rp 6.000.000. Mungkin hanya ada di Papua harga sewa semahal itu. Â
Perbedaan harga sewa ketinting yang 12 kali lebih murah dari speedboat juga mempengaruhi waktu tempuh perjalanan. Untuk sampai di ibu kota distrik tetangga (Bade) dengan menggunakan ketinting butuh 10-12 jam, sedangkan speedboat waktu tempuh hanya memakan waktu 3 jam.Â
Sungguh, dua jenis transportasi dengan kelebihan dan kekurangan yang signifikan ini membuat pengguna seperti saya perlu mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan untuk menggunakannya.
![Bersila bisa 10 jam tapi tetap ceria - Dok Susana Alkorisna](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/img-20210201-wa0017-6017c7c8d541df333f3cd0d2.jpg?t=o&v=770)
![Kalau capek ya bisa tidur juga lho hehehe - Dok Susana Alkorisna](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/img-20210201-wa0016-6017c801d541df55dc3e8b02.jpg?t=o&v=770)
Serba salah, bukan? Semoga hal ini menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan Papua dan daerah pedalaman harus terus menjadi prioritas negara.
Meski bertahap dan pelan, seperti pengerjaan jaringan komunikasi dan internet, listrik yang sedang dalam pengerjaan harapannya suatu saat bisa dinikmati di ibu kota distrik kami. Harapan kami, terang listrik akan mampu membantu perkembangan daerah pelosok di tanah Papua.Â
Oleh Susana Alkorisna, Guru Penggerak Daerah Terpencil di Kabupaten Mappi, Provinsi Papua.Â
Tulisan lain: Kisahku sebagai Guru di Papua (klik).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI