Ah, betapa senangnya diriku. Kebetulan, teman satu tim mempercayakan aku untuk membuat gerakan. Disitulah ajang ide aku dapat direalisasikan. Gabungan antara gerakan tari modern dan tradisional dapat menghiasi setiap alunan musik. Tidak ada permasalahan ternyata, ketika music tari daerah dikolaborasikan dengan gerakan tari modern. Wah, sungguh salah satu pengalaman yang berkesan.
Sembari setiap waktu menekuni tari tradisional ataupun modern dance, Ayu juga belajar tari-tarian bermusik lambat untuk kegiatan pentas, atau tampil di altar gereja. Memakai gaun putih nan indah.
Ah, jika mengingat hal tersebut diriku menjadi rindu untuk menari. Sudah lama diriku tidak menari, karena semenjak SMA diriku memilih berkiprah menghabiskan waktu untuk mempelajari seni teater sampai kuliah. Namun, menari sangat berpengaruh bagiku, ketika mencoba ruang kesenian lainnya. Tidak ada keterampilan mengikuti menari yang terbuang sia-sia. Di ruang barupun diriku merasa tari sangat bermanfaat. Berkat tari diriku menjadi percaya diri. Berkat tari diriku mempunyai badan yang lentur dan luwes.
Tari juga bisa diriku  tetap praktikan di dalam seni teater. Buktinya, saat pementasan monolog Tua , sutradara memberikanku penawaran untuk menjadi seorang penari. Maka, dalam pertunjukan disuguhkannya tari ala ala balet dan ronggeng. Hal itu ku manfaatkan untuk menjadi pelepas rinduku dalam menari. Disitulah diriku berkreasi menciptakan gerakan tari untuk monolog.Â
Namun, sayangnya pada akhirnya diriku tidak bisa mewujudkan cita-cita yang aku impikan sewaktu kecil. Tetapi, menari tetap menjadi kegemaranku. Diriku tetap bisa menari dimanapun memanfaatkan ruang-ruang yang ada walaupun hanya sepotong-potong saja. Â Menari tetap menghidupi jiwaku hingga saat ini.
Oleh Suster Monika SND dan Maria Ayu.Â