Apakah kamu bahagia sekarang?
Oh, iya. Sudah makan apa saja kamu hari ini? Sudah bertemu siapa saja? Apakah kamu sedang menunggu datangnya seseorang yang janji untuk ketemuan namun tak kunjung nampak, atau apakah kamu baru saja dimarahi bos di kantor karena kesalahanmu yang tak disengaja?
Apa kamu tak sadar memaki diri di depan cermin hanya karena ternyata kata orang kau kalah cantik dari adik kandungmu? Apa barangkali kamu baru saja ditinggal kekasih menikah, atau cintamu tak kunjung diberi kejelasan.
Ah, lupakan sejenak soal itu. Mari kita sedikit berbincang tentang sesuatu yang menakjubkan. Jangan salahkan tulisan ini jika kemudian menyebabkan kamu akan menikmati setiap kejadian dalam hidupmu dengan senyuman lebar nan menenangkan.
Tentu saja, senyuman lebar itu nanti bukan sekedar senyum palsu, melainkan benar-benar senyum yang datang dari kedamaian hatimu yang paling dalam. Nggak percaya? Buktikan saja tak lama setelah kamu selesai membaca ini.
Sejatinya untuk membahagiakan diri tidak melulu soal materi.
Kebahagiaan yang didamba-dambakan semua orang sebenarnya sudah ada pada diri kita masing-masing.
Seperti halnya ungkapan bahwa “kebahagiaan itu bukan dicari, tapi diciptakan sendiri”. Kita punya aset untuk bahagia tanpa perlu sibuk kesana kemari mencari kebahagiaan yang tak sering pula berujung semu.
Tahukah, kamu? Bahwa untuk bahagia kita hanya butuh dua kunci. Kunci ini tak perlu kita beli di tukang kunci, karena sesungguhnya kita sudah memilikinya. Barangkali kita juga perlu menggandakannya untuk kemudian kita bisa membantu membuka pintu kebahagian orang lain. Alhasil, semakin bahagialah kita nantinya.
Apa saja sih dua kunci bahagia itu?
Pertama, Bersyukur
Bersyukur adalah bukti rasa terima kasih seseorang terhadap apa yang telah diberikan Tuhan pada dirinya. Apapun itu, baik itu materi maupun kepuasan batin. Materi pun tidak selalu harus yang terkesan “waw”.
Kita bisa makan nasi hari ini dengan lauk ikan asin pun sudah menjadi kenikmatan materi yang luar biasa jika kita mampu mensyukurinya. Tentu saja, jika sudah mampu mensyukuri segala kenikmatan materi yang ada, kepuasan batin akan mudah sekali kita rasakan.
Selain itu tak dapat kita pungkiri juga bahwa tidak bahagia dapat menimbulkan perasaan cemas, depresi, stress, hingga bunuh diri. Maka dari itu, selalu bersyukur dapat memberikan suntikan sehat pada diri kita untuk dapat terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Siapa sih yang tidak merasakan bahagia ketika hati selalu bersukur? Barangkali perlu diperiksakan ke psikolog atau orang pintar kalau ternyata ada orang yang mengeluhkan tidak bahagia meski berusaha untuk bersyukur. Ah, semoga itu hanya anggapan salah, ya? Hehe.
Lalu, apa kunci bahagia yang selanjutnya?
Kedua, Berprasangka Baik
Prasangka baik dalam bahasa Arab disebut juga dengan husnudzon. Koko Liem (2012) dalam bukunya “Berbaik sangkalah Maka Hidupmu akan Barokah”, menuliskan bahwa berprasangka baik dapat menyelamatkan hati dan hidup kita.
Hati yang bersih adalah hati yang tidak menyimpan kebencian.
Begitu pula, hati yang berseri-seri ialah yang selalu berpikir positif bagi dirinya maupun orang lain.
Nah, tidakkah kita akan bahagia jika kita selalu berpikir positif yang dampaknya sudah tentu memberikan ketenangan hati. Keadaan hati yang kalut karena pikiran yang tidak-tidak, justru yang akan mengusir kebahagian yang selama ini kita dambakan.
Dalam jurnal Proyeksi yang berjudul “Konsep Berpikir Positif dalam Perspektif Psikologi Islam dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Mental”, dituliskan bahwa pola berpikir merupakan hal yang cukup berpengaruh pada fungsi psikologis seseorang. Baik buruknya persepsi seseorang dalam memandang suatu hal, tentunya akan berdampak pada fungsi psikologisnya.
Emosi seseorang akan mudah terkontrol dengan selalu membiasakan diri berpikir positif. Emosi yang tidak meledak-ledak memberikan kita ketenangan hati yang tentu saja tidak menjauhkan kita dari rasa bahagia.
Sebagai penutup, dijelaskan pula dalam kalam ilahi tentang tidak baiknya kita berprasangka buruk. Arti dari ayat tersebut adalah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.”
Nah, setelah membaca tulisan ini, tidakkah kamu akan segera menggunakan kunci yang sudah kamu pegang itu sekarang?
Ditulis oleh Firda Fatimah untuk Inspirasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H