Menyambung humor anak asrama edisi lalu, kali ini Divisi Humoriana Inspirasiana kembali menyajikan humor anak asrama edisi terbaru. Temanya adalah belajar bahasa daerah. Selagi masih bulan bahasa dan memeriahkan 12 tahun Kompasiana rumah kita bersama, yuk baca dua humor belajar bahasa daerah memang meriah ini:
Kisah Pertama: Selamat Pagi menurut "Guru Palsu"
Salah satu kebahagiaan para anak asrama sebuah asrama di Kota Jogja adalah saat anggota baru dari luar Jawa belajar bahasa Jawa. Memang Bahasa Jawa penting diketahui para warga asrama yang sehari-hari bergaul dengan warga Jogja.
Nah, agar lancar berbahasa Jawa, warga asrama asal luar Jawa minta diajari para warga asal Jawa Tengah dan Jogja. Seorang bernama samaran Floridanus bertanya Jawanus,”Apa bahasa Jawanya selamat pagi?”
Dengan mantap si Jawanus menjawab,”Selamat pagi itu monggo gelut. Jadi kalau kamu ketemu pembina asrama langsung aja bilang,”Monggo gelut, Pak”.
Si Floridanus pun mengangguk. Tak lama dia bertemu Bapak Pembina di dapur.”Monggo gelut, Pak!”, sapanya..
Pak Pembina kaget setengah hidup. “Heh, siapa yang mengajari kamu? Kurang ajar betul!”
Floridanus juga ikut-ikutan kaget. “Apa salah saya, Pak?” tanyanya polos.
“Monggo gelut itu berarti mari berkelahi,” jawab si pembina. “Tenang saja, Floridanus, saya tidak marah. Coba panggil "guru palsu" yang mengajarimu tadi. Nanti saya suruh dia gelut dengan kamu…hehehe..”, kata Pak Pembina sambil tersenyum-senyum.
Kisah Kedua: Tanpa Cacat
Selama di asrama, warga asrama juga diberi tugas bergiliran untuk membaca bacaan dalam bahasa Jawa. Tujuannya agar semakin lancar berbahasa Jawa dalam pergaulan sehari-hari.
Nah, suatu hari seorang warga asrama dari luar Jawa, sebut saja namanya si Betako diminta membaca sebuah teks singkat berbahasa Jawa.
Betako dengan lantang membaca di hadapan teman-teman dan pembina asrama. Ia berseru, ”Wong kang becik iku wong kang urip tanpo cocot"
Spontan pembina dan teman-teman yang bisa bahasa Jawa tertawa terbahak-bahak.
Soalnya, si Betako salah mengucapkan kata "tanpa cacat" menjadi "tanpo cocot".
Si Betako mengatakan kalimat yang jika diterjemahkan artinya: "Orang yang hidupnya baik itu orang tanpa cocot (alias tanpa mulut dalam bahasa Jawa tingkat paling bawah).
Maklumlah, bahasa Jawa memang susah. Huruf a kadang dibaca o. Kadang a tetap dibaca a. Lha, bingung kan? Sulit memang mengucapkan boso Jowo tanpo cocot, eh tanpo cacat. Hehehe..kabur!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI