Pada 1974, seorang pencinta alam dari Swiss bernama Reding von Bibberegg mengadakan penelitian di Pulau Komodo. Suatu pagi, dia meninggalkan rombongannya yang masih tidur di tenda.
Maksud hati Reding adalah memotret flora dan fauna Pulau Komodo di pagi yang indah. Sayangnya, ia tewas disergap komodo. Teman-temannya yang mencarinya hanya berhasil menemukan kamera, teropong, dan tas Reding yang bernoda darah.
Komodo memang termasuk binatang ganas. Komodo suka bersembunyi di semak-semak untuk menanti korban buruannya. Gigitannya seketika dapat menimbulkan bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan pembekuan darah, dan rasa sakit hingga ke siku.
6. Memiliki bakteri berbahaya di air liurnya
Keganasan komodo dibantu oleh adanya banyak bakteri berbahaya di air liur komodo. Para ilmuwan telah mengidentifikasi 57 di antaranya. Salah satu bakteri paling berbahaya dalam air liur komodo tampaknya adalah sejenis Pasteurella multocida. Bakteri ini meracuni darah korbannya. Jika gigitan tidak membunuh hewan mangsanya segera, biasanya hewan itu akan mati dalam waktu seminggu karena infeksi.Â
Nah,biasanya jika bintang itu sudah mati, komodo akan memakan bangkainya.
Komodo tampaknya tidak pernah sakit karena bakterinya sendiri. Jadi, para peneliti sedang mencari antibakteri dalam tubuh komodo. Siapa tahu, antibakteri ini dapat digunakan sebagai obat untuk manusia.
Selain bakterinya yang mematikan, komodo memiliki kelenjar racun di rahang bawahnya. Racun ini bertindak sebagai pengencer darah, dan dapat menyebabkan kematian akibat gagal jantung dan pendarahan internal yang masif hanya dalam waktu 30 menit.
7. Setia pada pasangan
Meski digambarkan dan memang adalah binatang ganas, komodo adalah hewan yang setia pada pasangannya.
Musim berkembang biak komodo dimulai antara Mei dan Agustus. Komodo bertelur pada bulan September. Komodo ini menghasilkan sekitar dua puluh telur di sarang kosong yang ditinggalkan oleh burung  megapoda.Â