Mengatasi Rasa Takut Pada Hantu Masa Lalu dan Masa Depan
Hai, Sobat.
Aku menulis surat kecil ini untukmu. Bukan agar kau merasa kasihan padaku atas segala yang terjadi. Tapi, aku hanya ingin berbagi. Itu saja.
Perjalanan hidup ini sulit untuk ditebak, ya. Terkadang yang kita butuhkan hanyalah nyali untuk menjalaninya. Tak perlu sejuta ekspektasi yang mungkin pernah menggantung dalam pikiran, seakan memberi ruang bagi harapan-harapan semakin subur bertumbuh.
Seperti surat kecil yang kutulis buat kalian ini, Sobatku. Aku pun tidak pernah menyangka akan menuliskannya di sini. Selama ini rasa minder mencengkeram, seakan aku adalah jiwa terendah di muka bumi ini.
Aku pernah punya sebuah cinta. Kepada dia yang kukira adalah pribadi terelok dalam hidupku. Awal menjalin hubungan cinta dengannya adalah hal terindah bagiku.
Aku merasa, hanya dialah yang kupunya. Aku mengira, tidak ada seorang pun yang menginginkanku di dunia ini selain dia. Aku pikir, aku tak dapat hidup dengannya. Hanya dia, Dan hanya bersamanya.Â
Bukankah itu cinta, Sobat? Kupikir begitu.
Aku mencintainya dengan seluruh kepasrahanku. Meski setiap kali ia menderaku dengan cacian, makian, dan terkadang tamparan serta pukulan. Itu, hanya karena aku ingin bersamanya.
Ingin bersamanya? Ya. Apakah itu permintaan sulit? Ataukah memang aku adalah seorang yang posesif, seperti katanya dulu padaku. Mungkin itu yang membuatnya selalu marah padaku.Â
Entahlah aku tak pernah mengerti apa mauku. Seringkali aku menekan rasa marah, rasa kecewaku, dan rasa jengkelku padanya. Sehingga, aku tidak mengenali lagi siapa aku.Â