Mohon tunggu...
Inspirasiana
Inspirasiana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer Peduli Edukasi.

Kami mendukung taman baca di Soa NTT dan Boyolali. KRewards sepenuhnya untuk dukung cita-cita literasi. Untuk donasi naskah, buku, dan dana silakan hubungi: donasibukuina@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Inspirasi Coenobita

20 Oktober 2020   15:00 Diperbarui: 20 Oktober 2020   15:37 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari arah pantai berpasir putih, terlihat kaki-kaki mungil berlarian menuju ke sebuah rumah yang takjauh dari pantai.

Seorang anak lelaki pulang ke rumahnya sehabis bermain. Dia berjalan dengan riang, sesekali berjalan melompat-lompat sambil membawa seekor kelomang (umang-umang) di tangannya.

Sang ayah bertanya, "Mengapa kau senang sekali Anakku?".
Anak itu menunjukkan kelomang pada ayahnya dan berkata, "Lihat Ayah, aku menangkap ini bersama teman-temanku di tepi pantai".
"Oh, seekor kelomang, apa Kamu akan memakannya?".
"Tidak Ayah, aku hanya mau memainkan kelomang ini", jawab anak kecil itu.

Sambil mengangkat kelomang itu lebih tinggi, dia berkata, "Ayah, mari ku tunjukkan bagaimana cepatnya dia berlari".
"Hush..hush..hush..", anak itu meniup cangkang kelomang berkali-kali, berharap kelomang mengeluarkan ruas-ruas kakinya untuk dapat dilepaskan berlari.

Anak kecil itu semakin tak sabar, karena kelomang takjua mau keluar dari rumahnya. Anak itu menggoyangkan kelomang tersebut, seperti hendak membantingnya.

"Sabar Anakku?", cegah sang ayah.
Anak kecil itu urung membanting kelomang tersebut dan berkata, "Aku kesal, sulit sekali Ayah, kelomang tidak mau keluar".
"Anakku coba kau taruh kelomang itu di bawah", pinta sang ayah kepada anaknya.

Sang anak pun menaruh kelomang tersebut di atas tanah, seketika kelomang mengeluarkan ruas-ruas kakinya dan berlari menjauhi ayah dan anak tersebut.

"Lihat.. lihat Ayah dia berlari", ucap anak itu dengan gembira.
"Kemana kelomang itu berlari?", tanya sang ayah.
"Ke arah pantai Ayah", jawab anak itu.

Sebelum kelomang berjalan terlalu jauh, sang ayah mengambil kelomang tersebut dan memberikannya pada anaknya.

"Kelomang ini mencari jalan pulang Anakku", ucap sang ayah.
"Ayo, kita lepaskan kelomang itu di tempat kamu menemukannya Anakku", ucap sang ayah.

Anak itu menggelengkan kepala, tidak setuju dengan permintaan sang ayah.

"Kenapa Ayah, aku mau bermain dengan kelomang itu?", ucapnya.
Sang ayah pun tersenyum lalu bertanya, "Apakah Kamu tak mau bermain bersama teman-temanmu?".
"Aku mau", jawabnya singkat.
"Kemana kamu pulang setelah seharian bermain?". Sang ayah kembali bertanya.
"Ke rumah", jawab anak itu sambil tertunduk.

Sang ayah lalu mengusap rambut anaknya dan kembali bertanya, "Jika ada seseorang di luar sana yang mengambilmu sebagai mainan, Kamu mau?".
"Aku tidak mau Ayah", jawab anak itu sambil memeluk ayahnya dengan erat.
"Anakku, kelomang adalah mahkluk hidup. Kamu bisa bermain dengannya, tapi takbisa menjadikan mereka mainan", ucap sang ayah.
"Mereka punya lingkungan dimana mereka seharusnya hidup. Kamu pun tak akan suka memakan mereka bukan?", lanjut sang ayah.
Anak itu melepaskan pelukannya dan berkata, "Baiklah Ayah, aku mengerti".

Sang ibu yang sejak tadi memperhatikan obrolan ayah dan anak, hanya tersenyum menahan haru.

Kemudian sang ibu mendekati anak itu lalu mencium keningnya, dan berkata lembut, "Ayo sana lepaskan, sebentar lagi masakan ibu segera siap".

Sang ayah dan anak pun berjalan bersama ke arah pantai untuk melepaskan kelomang tersebut.

Sepanjang perjalanan, sang ayah masih memberikan nasehat pada anaknya, dengan berkata, "Kita tidak pernah tahu apa yang ada dalam benak hewan Anakku, dan kita tidak bisa menebak apa yang mereka inginkan, tapi kita bisa melakukan sesuatu yang sederhana".
"Apa itu Ayah?", tanya anak itu.
"Dengan memperlakukan semua mahluk hidup sebagaimana kita ingin diperlakukan", tutup sang ayah.

******

Kelomang / Umang-umang adalah mahkluk hidup pemakan segala. Eksistensinya pada pesisir pantai. Habitat hidupnya berperan sebagai indikator kebersihan lingkungan laut, dan merupakan salah satu elemen dari rantai makanan pesisir.

Dari berbagai sumber, Dr. Dwi Listyo Rahayu, satu-satunya taksonom kelomang di Indonesia menyatakan, di Thailand terdapat ancaman kepunahan kelomang. Menurut beliau ancaman itu dikarenakan kelomang banyak diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan. Saat ini penangkapan kelomang di Indonesia sebagai hewan peliharaan belum berdampak secara signifikan pada populasi di alam, atau memang karena belum adanya penelitian yang dilakukan.

Kisah ini semoga dapat menjadi renungan kita, yang mungkin selama ini dengan mudahnya memperjualbelikan hewan liar yang ditangkap langsung dari alam, tanpa dapat mengusahakan perlindungan populasi hewan tersebut.

Salam Inspirasiana! Cerpen untuk Inspirasiana, ditulis oleh I.R.29. Editor: A5

Catatan: Coenobita adalah nama ilmiah kelomang/ umang-umang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun