Mohon tunggu...
Sendy Hidayat
Sendy Hidayat Mohon Tunggu... -

Males ngisi :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sedikit Tentang Lalu Lintas (Xenia Maut Syndome dan Maut lainnya)

15 Februari 2012   05:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:37 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi lagi saya gatel pengen nulis gara gara melihat kebijakan tes urine bagi supir angkutan umum. Doh, saya ga bisa nulis ilmiah.. nyantei aja ya..

Kita masih inget kasus Xenia Maut. Kemudian di Makasar, Ngawi dan Bogor pun menyusul. Semua tentang nyawa yang hilang di jalan raya. Ow,  yang di puncak juga ya.. ah, pokoknya banyak deh.. Hmm.. bagi saya satu nyawa hilang itu sangat berharga. Saya heran, setiap taun baru atau takbiran atau mudik hari raya, sepertinya nyawa yang hilang ini "udah biasa".. "sedang musimnya". Aneh. Apa yang salah?

sulusi yang udah saya dengar diantaranya :


  1. Pemakaian seragam untuk supir angkot - Rapist Syndrome
  2. Melepas kaca film (emang sih ada aturannya ga boleh lebih dari 20% - tapi ko cuma angkot yang kena, sementara mobil pribadi bebas berkeliaran) - Rapist Syndrome juga..
  3. Razia narkoba di jalan raya - Xenia Maut Effect
  4. Tes urine (lagi lagi supir angkot) - yang ini mungkin karena kasus Bis Maut itu ya..


Saya hargai respon dan usaha pihak berwenang untuk mengatasi masalah yang ada. Tapi maaf, bagi saya itu bukan solusi yang tepat. Saya analogikan seperti memangkas dahan parasit tanpa mencabut sampe akar-akarnya.

Opini saya,

Kita mulai dari perbedaan pengertian Berkendaraan dengan Nyupir.


  • Nyupir hanya sebatas : maju, mundur, belok dan nge-rem (anak SD juga bisa.. SMP deh.. )
  • Berkendaraan bukan sekedar nyupir, tapi juga bagaimana mematuhi marka jalan dan etika sesama pengguna jalan termasuk pejalan kaki di trotoar, sesuai hukum lalu lintas yang berlaku ( ada versi Eropa, Singapore dll) Indonesia belum punya aturan ini. Atau mungkin udah ada tapi tidak diterapkan.


So, solusinya adalah (ini butuh proses) :

1. Pendidikan Berlalu Lintas

Masyarakat kita belum paham ini. Harus ada pendidikan dan tes khusus sebelum memperoleh SIM. Yang berhak mengadakan ini adalah Dinas Perhubungan, bukan polisi. Atau sekolah mengemudi yang memenuhi syarat Internasional atau yang sudah sesuai dengan kultur Indonesia. Mohon maaf, polisi ga ada hubungannya dengan lalu lintas dan Polisi pun masih sebatas razia lampu, SIM-STNK dan kelengkapan lainnya yang kurang berpengaruh pada cara berkendaraan tadi. Polisi pun harus ikut pendidikan ini dan sebenernya fungsinya hanya melayani dan melindungi masyarakat saja. Bukan menilang. Menurut saya, DisHub paling berwenang dalam hal ini.

Sedikit tentang berlalu lintas. Contohnya :


  • Urutan prioritas pengguna kendaraan di jalan raya adalah kendaraan yang lurus, belok kiri dan terakhir yang belok kanan.. jadi ga ada yang "siapa cepat dia dapat".
  • Bila ada kendaraan (A) dari jalan sekunder (komplek) menuju jalan raya (utama) : A harus "stop" dan kendaraan dari utama (B) bila melihat ada kendaraan mau keluar harus memberi kesempatan kepada si A. Kendaraan di belakang si A harus ngantri sampai kendaraan dari jalan utama berhenti untuk memberi jalan bagi kendaraan dari jalur sekunder, atau bila hanya sedikit dan si B mau ngasih jalan ya.. silahkan saja.
  • Dan lain lain.. (masih banyak..)


2. Melengkapi Marka Jalan

Marka jalan ini sangat perlu dan bukan sekedar penghias jalanan saja. Maka dari itu, reklame-reklame atau spanduk-spanduk ga jelas yang bisa mengganggu marka ini, harus ditertibkan.

Yang paling penting, pengguna jalan harus tahu arti marka jalan ini.

Contoh :


  • Ada salah satu rambu dengan tulisan 60 (kalo ada waktu saya tampilkan gambarnya) artinya itu adalah kecepatan maksimum yang diperbolehkan. Ini bisa berubah sesuai kondisi jalan atau tingkat kecelakaan yang terjadi. Kalo masih terlalu tinggi, bisa diturunkan menjadi 40. Ini jelas harus dipatuhi agar kejadian kecelakaan di jalan luar kota tidak terjadi.
  • Ada juga tulisan dengan "Min 60" artinya kecepatan "Minimum" harus 60 km per jam. Ini biasanya terdapat pada jalan tol yang memang harus kecepatan tinggi walau ada juga batas maksimumnya. Jadi, kalo di jalan tol ada kendaraan yang bergerak kurang dari 60 km per jam, maka harus di tilang karena membahayakan kendaraan yang cepat.


3. Hukuman (saya ga yakin ama judulnya)

Umm.. hukuman pencabutan SIM seumur hidup kayanya perlu diberlakukan. Atau beberapa bulan deh.. sebelum sarana dan prasarananya selesai dibikin. Ow iya.. prosedur tilang sekarang sebenarnya sudah tepat. Dishub / Polisi Lalu lintas meberikan surat tilang, dan pengendara harus membayar di DisHub.. atau disidang dulu deh.. jadi ga ada istilah "damai".

Udah dulu ah, cape..

Eh, dua lagi (yang ga nyambung ama judul)


  • Dari kasus Saepul jamil yang kelebihan penumpang, hingga kecelakaan yang merenggut nyawa, sebenernya itu momentum terbaik untuk "Mewajibkan Seatbelt" bagi penumpang dibelakang supir karena jika penumpang ga kebagian seatbelt artinya udah kelebihan penumpang..
  • Transportasi Umum yang layak, murah dan ramah lingkungan wajib kita miliki untuk mengatasi kemacetan karena macet itu sangat merugikan diantaranya : Stress, buang waktu dan buang energi (bahan bakar). Mudah mudahan kita punya sarana transportasi umum ini dan kalau sedang dibikin, mudah mudahan pemerintah bisa merekrut dan melatih supir angkot yang ada sebagai supir, penjual tiket atau petugas administrasi agar mereka tidak dikorbankan akibat perubahan yang terjadi.


Selesai.. makasih udah mau baca.. :)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun