Mohon tunggu...
NurMila Rahmawati
NurMila Rahmawati Mohon Tunggu... -

Berusaha mencipta mimpi, mendaki lewat awan dan samudera, hingga bertemu langit...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Tiga Generasi

8 November 2010   02:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:47 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi 1

Seperti malam dan segelas kopi. Pekat. Kita dipertemukan dalam keberjagaan yang mendiamkan. Tanpa pernah tahu apakah sungai akan mengalirkan bening yang menenangkan ataukah riak hebat kecoklatan. Sementara tanganku masih memegang pelepah pisang untuk menyembunyikan diri. Hingga Kau menemukan tembakau yang penuh pada genggamanku. Ataukah rambut ikal yang menggantung indah pada bahu. Lalu Kau mencium wangi dedaunan pada sela jemari hingga kau raih untuk kita genggam bersama. Ternyata kau bening itu.

Generasi 2

Sementara kenari berkicau di halaman pada suatu pagi. Aku bersuka cita. Gemintang menyertaiku selepas tidur yang lelap.Aku diliputi cahaya setelah masa yang panjang. Menengok esok yang kian cerlang. Lalu kusaksikan kau berdiri di hadapanku membawakan sepetak harap. Hingga dunia membawakan kekuatan yang akan kau ajarkan padaku. Aku tetap bersuka cita. Karena tak lama lahir malaikat-malaikat kecil bersayap. Satu-persatu menyanyikan lagu tentang kenari-kenari yang pernah berkicau pada halaman seribu warna. Serupa cinta yang pernah kau bawa.

Generasi 3

Tentang kabut yang belum juga menyibakkan diri. Maka aku akan menerangi halamanku dengan lampu yang ku bawa sendiri. Ada yang berkata, jika pagi datang maka terang akan cerlang. Tapi ternyata kedatangan pagi masih menjadi kabar yang hadir bersama dengan angin yang kian dingin. Beku. Menyelimuti kabut putih penunggu hujan hingga malam. Aku kelam. Hingga kunang-kunang membawakan sepotong bintang. Untuk kuajak terbang.



1 November 2010

Suatu pagi. Ketika berselonjor bersama Ibu, Mbah Uti, pisang hijau dan segelas kopi sambil membincangkan kenari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun