Mohon tunggu...
Insanul Faris
Insanul Faris Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya hanya bermain game dan bersenang senang asalkan dengan teman dekat, kepribadian saya sedikit ekstrovert namun disisi lain saya juga tidak pandai berbicara dengan orng baru. saya juga cukup kesulitan untuk menghafalkan nama orang yang baru saya kenal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Generasi yang Hilang di Jepang

23 Oktober 2022   07:37 Diperbarui: 23 Oktober 2022   07:47 1793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alasan dibalik perusahaan Jepang yang ingin para pegawainya kerja hingga pensiun adalah mereka ingin melakukan pengembangan pada para pekerjanya serta ingin pekerja jangka panjang sehingga para perusahaan tersebut lebih mencari first graduate jika dibandingkan lulusan yang bukan first graduate. Dan juga jika bukan first graduate maka dikhawatirkan orang tersebut memiliki kemampuan yang sedikit menurun karena sempat tidak memiliki pekerjaan. 

Hal tersebut memang merupakan culture di Jepang pada zaman itu bahkan hingga saat ini, mereka juga mementingkan loyalitas pada para pekerjanya untuk menghindari pindah ketika di tengah pekerjaannya. 

Untungnya ini jelas sangat berbeda jika dibandingkan dengan budaya pekerja Indonesia yang bisa berhenti di tengah pekerjaan dan memilih penghasilan atau prospek yang lebih baik. Itu semua bisa memberikan kita gambaan jika di Jepang hanya ada satu kali kesempatan untuk kita bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan perusahaan besar.

From the 1990s onwards, Japan has experienced dramatic social and economic shifts that have changed the outlook on Japanese society significantly. Prolonged periods of low economic growth and recessions paired with structural change -- meanwhile dubbed as the "lost 20 years" -- coincided with a rapidly aging population and led to a pluralization of employment patterns, family structures and gender relations. these phenomena are interrelated in their causes and consequences, while especially the issues of social disparity and precarity have become focal points of social and economic research, consequently attracting significant media coverage and meanwhile leading to a sustainable shift in the self-perception of many Japanese. (Obinger, 2013)

Pada tahun 90an awal merupakan titik mula dimana lost generation ini mulai menghilang. Banyak perusahaan yang biasanya mengelar Shukatsu pada setiap tahunnya ini tiba -- tiba tidak menerima pekerja seperti biasanya dikarenakan merket Jepang yang turun hingga 60%. Selain itu banyak perusahaan yang akhirnya bangkrut dan banyak yang tidak bisa membayar hutang. 

Lalu para first graduate ini juga akhirnya tidak bisa mendapatkan pekerjaan seperti yang seharusnya. Hal itu dikarenakan semua perusahaan sedang berfokus pada resesi ekonomi yang sedang terjadi pada kala itu. Sehingga dampak pembekuan lapangan pekerjaan atau dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan (Shshoku Hygaki) ini menyebabkan generasi yang hilang atau lost generation. 

Dampak dari Shushoku Hyogaki bahkan terasa hingga sekarang, karena generasi yang hilang tersebut tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Alasannya setelah kemunduran ekonomi yang terjadi pada tahun 1990an sampa 2000an tersebut perusahaan lebih memilih untuk mengambil pekerja dengan label first graduate. 

Mereka yang tumbuh di generasi yang hilang tersebut terpaksa untuk mengambil pekerjaan pekerjaan dengan bayaran yang murah, lalu hal tersebut membuat budaya modern di Jepang yang kita kenal sebagai hikikomori.

Semua hal tersebut terjadi dikarenakan culture yang salah namun tetap dipertahankan, maka timbulah hal tersebut. Hingga sekarang mereka yang termasuk kedalam korban lost generation tersebut masih struggle untuk menempuh hidup yang saat ini kita idam - idamkan ketika bekerja di Jepang. Karena itu tingkat angka stress di Jepang mengalami peningkatan, serta dikhawatirkan mereka yang akhirnya sampai melakukan tindakan kriminal dan akan sangat berbahaya. 

Sudah kita ketahui tentang kasus joker di kereta beberapa tahun silam serta yang terbaru adalah penembakan mantan perdana mentri yang mungkin saja akibat dari angka stress di Jepang yang tergolong cukup tinggi. 

Pemerintah sudah pernah melakukan penanganan dengan membuka lapangan pekerjaan namun tidak cukup efektif karena dari ribuan pendaftar yang diterima hanya ratusan saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun