Ilmu minim banyak bicara, ilmu memadahi banyak alpa.
Semakin banyak bicara semakin pula ia dipercaya benar adanya.
Kapasitas ilmu itu soal belaka yang penting retorika membius banyak mata.
Tak peduli salah atau benar asal audiens menilai pintar.
Belajar dengan instans baginya sudah mapan.
Merasa pintar semakin lupa sadar akan belajar.
Merasa mampu semakin lupa sadar akan kurangnya ilmu.
Disisi lain banyak ilmunya namun tak cakap berbicara dengan kaya akan bahasa.
Bisa saja dia tak ada relasi menuju ke sana.
Atau karena sibuk mencari suaka untuk ekonomi keluarga.
Bukan kah banyak bicara banyak lupa sehingga berbuat dosa ?
Berdosa jika banyak berbicara tak berdasarakan kebenaran yang ada.
Diam tanpa menyadarkan akan kebatilan, hakikatnya dia membiarkan.
Di zaman penuh dengan caci maki masih saja berdiam diri tanpa peduli.
Di zaman yang penuh semu tak lagi harus rendah hati untuk berbagai Ilmu.
 "Berkatalah yang baik, benar dan maslahah, jika tak mampu, lebih baik diam dari pada bikin fitnah".
Salam Anisul Fahmi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H