investasi” pasti sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia, terlebih bagi kalangan gen z. Investasi merupakan sebuah kegiatan penanaman modal pada barang ataupun bangunan dengan harapan mendapat keuntungan dalam kurun waktu tertentu. Investasi dapat dilakukan oleh siapa saja selagi orang tersebut mau untuk berinvestasi, terlebih masalah resesi yang tersebar di Indonesia, investasi dapat membantu ekonomi masyarakat Indonesia.
Kata “Berita tentang resesi yang sudah tersebar di Indonesia menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat menengah kebawah. Tentunya, masyarakat akan mencari cara untuk dapat menghindari resesi tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan investasi. Dilansir dari kontan.co.id dari data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), jumlah investor dengan kategori cripto di Indonesia sudah mencapai 16,55 juta orang per November 2022. Serta dilansir juga dari cnbc Indonesia, tahun 2022 ekonomi Indonesia sudah tercatat meningkat sebesar 5,31% atau lebih tinggi dari pada pencapaian tahun 2021 yang mengalami pertumbuhan sebesar 3,70%. Menurut cnbc Indonesia juga, produk reksa dana syariah yang dikelola Mandiri Manajemen Investasi (MMI) di tahun 2021-2022 tercatat stabil dibanding konvensional. Total seluruh dana kelolaan, portofolio reksa dana syariah di MMI sudah akan mencapai angka 10% atau sekitar Rp. 3 triliun. Dari pernyataan diatas, investasi syariah melalui lembaga keuangan syariah sangat berperan untuk mendorong kelajuan ekonomi di negara Indonesia.
Investasi syariah di Indonesia sudah berdiri sejak tahun 2003. Dilansir dari jurnal Al-Tsaman, pasar modal syariah secara resmi diluncurkan sejak tahun 2003 dan masih berkembang saat ini, termasuk di Indonesia. Pasar modal syariah terwujud juga untuk bagian penggerak perekonomian Indonesia yang tangguh dan berdaya saing, juga khususnya dalam membangkitkan ekonomi islam (Toha & Manaku, 2020). Saat ini, investasi syariah disebut telah berkembang sangat pesat. Dilansir dari principal.co.id, dalam kontan.co.id, berdasarkan Bursa Efek Jakarta (BEI), sejak tahun 2011 hingga 27 Oktober 2020, jumlah saham syariah meningkat hingga 90,3%, dari 237 menjadi 451. Dan jumalah ini setara dengan 63,6% saham yang ada di BEI.
Produk-produk investasi berbasis syariah yang dilansir dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni ojk.go.id, efek syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham berbasis Syariah, Sukuk (obligasi syariah), dan Unit Penyertaan Reksa Dana Syariah. Saham berbasis syariah adalah efek yang berbentuk saham, yang mana tidak bertentangan dengan prinsip syariah dalam pasar modal. Contoh saham syariah adalah AALI (Astra Agro Lestari Tbk.), ABMM (ABM Investama Tbk.), dan lain sebaginya. Sukuk adalah surat berharga milik komersial yang berbentuk sertifikat hak milik (SHM) yang menjadi bukti bahwa aset adalah kepemilikan dari satu pihak tertentu. Jenis sukuk adalah sukuk musyarakah, sukuk mudharabah, sukuk ijarah. Reksa dana syariah adalah jenis investasi dalam bentuk reksa dana yang aman, menguntungkan serta tenang, karena menganut kepada prinsip dasar syariah. Contoh reksadana syariah adalah Danareksa Indeks Syariah, Bahana Likuid Syariah Kelas S, dan lain sebagainya.
Dengan berkembangnya industri keuangan syariah dan pasar modal syariah di Indonesia. Perkembangan pasar uang yang berbasis syariah di Indonesia selama beberapa tahun terakhir cukup signifikan, meskipun pasar uang berbasis syariah merupakan elemen baru di Indonesia. Perkembangan tersebut ditandai dengan semakin meningkatnya lembaga keuangan syariah (LKS) di Indonesia, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, reksa dana syariah, dan lembaga lainnya. Perkembangan yang cukup signifikan di pasar keuangan syariah yang berdampak besar terhadap ekonomi masyarakat, adalah industri di bidang perbankan syariah. Dilansir dari cnbc Indonesia, dengan judul artikel “Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia dan Roadmap-nya”, Pasar modal syariah di Indonesia telah mencatat perkembangan yang baik pada tahun 2018. Total dana yang dikelola reksa dana syariah, yang biasa dikenal dengan terminologi Nilai Aktiva Bersih (NAB),sudah tercatat sebesar 34,5 triliun rupiah, yang mana angka ini naik sebesar 21,8% jika dibandingkan dengan tahun 2017. NAB tersebut telah mencerminkan 6,82% dari total NAB reksa dana konvensional, begitupun syariah.
Sementara itu, jumlah reksa dana berbasis syariah yang terpublikasi, tercatat sebesar 224 reksa dana. Angka tersebut meningkat sebesar 23,1% apabila dibandingkan dengan tahun 2017. Jumlah tersebut ikut mencerminkan 10,7% dari jumlah reksa dana syariah serta konvensional yang telah terpublikasi.
Perbedaan Investasi Konvensional dan Investasi Syariah
Dilansir dari celebrities.id, berikut adalah 6 perbedaan antara investasi syariah dan investasi konvensional.
- Ruang lingkup produk
- Investasi konvensional memiliki ruang yang jauh lebih besar dibandingkan investasi syariah
- Mekanisme Transaksi
- Mekanisme transaksi pada investasi konvensional tidak dibatasi dengan begitu jelas, sehingga hal tersebut akan membuat alokasi dana dari investasi bebas untuk digunakan dalam berbagai aspek. Sedangkan pada investasi syariah, mekanisme transaksi yang digunakan diatur dengan lebih ketat serta terbatas.
- Akad pelaksanaannya
- Investasi syariah memiliki akad tertentu dan berbeda di setiap jenis investasinya, sedangkan pada investasi konvensional, tidak memiliki banyak akad dalam pelaksanaannya.
- Tujuan investasi
- Investasi syariah tidak hanya mengutamakan perolehan kembalian, namun juga Socially Responsible Investment (SRI). Sedangkan pada investasi konvensional, para investor selalu mengharapkan perolehan kembalian dengan angka tinggi.
- Instrumen yang dijual
- Instrumen yang dijual dalam investasi konvensional diantaranya adalah saham, obligasi, reksa dana, dan lain sebagainya. Sedangkan pada investasi syariah, produk yang dijual adalah pasar modal syariah, saham, reksa dana, obligasi yang dijual merupakan produk yang telah sesuai dengan hukum syariah.
- Landasan hukum
- Pada investasi syariah, dasar hukumnya adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist, serta dipertegas kembali oleh adanya Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Sedangkan pada investasi konvensional, landasan hukumnya yaitu Undang-Undang Pasar Modal, yakni UU No. 8 tahun 1995.
- Adanya investasi yang berlandaskan syariah yang berdiri di Indonesia yang sudah berdiri sejak tahun 2003 dan terus berkembang hingga saat ini. Serta berkembangnya industri keuangan syariah, juga menjadi pemicu berkembangnya investasi berbasis syariah di Idonesia. Perbedaan antara investasi konvensional dan syariah dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu ruang lingkup produk, mekanisme transaksi, akad pelaksanaannya, tujuan berinvestasi, instrumen/produk yang dijual, dan landasan hukumnya.
Daftar Pustaka
Apriyanti, H. W. (2018). Perkembangan Industri Perbankan Syariah di Indonesia: Analisis Peluang dan Tantangan. MAKSIMUM: Media Akuntansi Universitas Muhammadiyyah Semarang, 8, 16–23. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/MAX/article/download/5160/4537
Toha, M., & Manaku, A. A. C. (2020). Perkembangan Dan Problematika Pasar Modal Syariah Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam, 2, 135–144. http://ejournal.inaifas.ac.id/index.php/Al-tsaman/article/view/312
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H