Fenomena pandemi coronavirus disease 19 atau covid-19 sudah menjadi penghambat perekonomian di dunia. Menurut pakar ahli ekonomi, wabah ini dianggap menjadi penyebab krisis keuangan global yang paling parah pada saat ini. Bukan hanya itu saja, wabah covid-19 ini sudah menyebar ke berbagai sektor dan berimbas dengan adanya penutupan di sektor -- sektor tersebut. Sektor yang terkena imbas dari wabah covid-19 ini antara lain : sektor pariwisata, perhotelan, dan penerbangan.
Segala upaya sudah diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi penyebaran wabah virus covid-19 ini. Presiden RI Joko Widodo telah berupaya untuk mencegah penyebaran wabah covid-19 dengan menerapkan PSBB, selain itu juga setiap sektor yang rawan menjadi tempat masyarakat berkumpul ditutup, seperti pariwisata, hotel, bandara, pasar induk dan bahkan tempat ibadah.
Tujuan dengan diberlakukannya social distancing ini adalah untuk mencegah penyebaran wabah covid-19 semakin bertambah memakan korban. Selain itu juga pemerintah Indonesia memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena wabah covid-19 ini dengan memberikan bansos seperti : dana blt, voucher listrik gratis, masker gratis, dan bantuan pangan lainnya agar wabah covid-19 ini tidak semakin menyebar luas.
Dengan adanya PSBB ini, agregat pendapatan Negara Indonesia mengalami liqudity crunch yang menyebabkan krisis pada sektor perbankan. Akan tetapi berbeda dengan perbankan syariah yang menggunakan sistem bagi hasil pada setiap transaksinya, dengan begitu perbankan syariah lebih fleksibel dalam menghadapi dampak krisis keuangan dari pada perbankan konvensional.
Pada awal tahun 2019 setelah berdiri, market share bank syariah di Indonesia hanya mencapai 5% saja, berbeda dengan market share Malaysia yang sudah mencapai 35%. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), negara Indonesia yang mulanya market share hanya 5% saja sejak tahun 2014, kini sudah mengalami kenaikan sebanyak 6% pada Oktober 2019 lalu.
Dengan adanya wabah virus covid-19 ini, secara tidak langsung perbankan syariah lebih siap menghadapi adanya krisis keuangan dibandingkan dengan perbankan konvensional. Berjalannya dan tidaknya transaksi di perbankan syariah tidak mempengaruhi liquiditas keuangannya, karena perbankan syariah menggunakan transaksi bagi hasil, lain halnya dengan perbankan konvensional yang menggunakan sistem bunga.
Potensi perbankan syariah sangat kuat sekali untuk menunjang pendapatan suatu negara meskipun adanya wabah covid-19. Hal ini bisa dilihat dari transaksi yang perbankan syariah kelola. Beberapa transaksi yang mungkin mampu menunjang pendapatan suatu negara antara lain :Â
Pertama, transaksi bagi hasil (Mudharabah). Transaksi ini hanya mengambil keuntungan dengan cara bagi hasil dan tanpa adanya bunga.
Kedua, zakat, infaq, shodakoh dan wakaf (ZISWAF). Ziswaf sendiri merupakan potensi terbesar bagi perbakan syariah, jika ziswaf ini dikelola secara terstruktur dan benar-benar dilakukan oleh orang yang kompeten. BAZNAS dan LAZNAS se Indonesia dapat menghimpun dana sekitar Rp. 5 Triliun per tahunnya. Sedangkan potensi zakat nasional itu sendiri sekitar Rp. 217 Triliun per tahunnya, hal ini tidak memungkinkan untuk tidak dapat terealisasi, sebab Indonesia sendiri merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia.
Meskipun wabah covid-19 meruntuhkan sektor perekonomian di dunia, akan tetapi pandemi covid-19 sangat kecil kemungkinan bisa meruntuhkan perekonomian syariah. Walaupun diterapkannya social distancing, perbankan syariah kini sudah menyediakan layanan digital banking yang dikembangkan dengan mengoptimalkan pemanfaatan data nasabah dengan mudah tanpa harus mendatangi langsung ke bank syariah dan bisa di akses melalui handphone.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H