Masih sangat hangat kejadian yang menampar wajah Demokrasi Indonesia, yaitu pemilihan kepala daerah yang kembali di pilih oleh DPR. Masyarakat lantas berontak, menyalahkan sang Presiden karena diam, ditambah oleh partainya yang tak mau tau dengan Walk Out saat sidang. Rakyat marah, rakyat gelisah, ah sudahlaah.
SBY jelas merespon umpan silang dari rakyat, dia mengumpan balik dengan membuat perpu tentang pemilihan langsung oleh rakyat, perpu yang melawan UU tentang Pilkada. Apesnya presiden kita, umpan baliknya bukan disambut dengan operan cantik dari rakyat namun bola operan SBY dibuang begitu saja, menganggap ia hanya melakukan pencitraan. Tak semua memang, namun lagi, presiden kita ini harus mengelus dada karena di cap melakukan pencitraan oleh rakyatnya. Lagi, dan lagi.
Pencitraan, kata yang di zaman sekarang bermakna negatif. Contoh diatas buktinya, masih buanyak contoh-contoh lainnya. Namun sebelum kita di tenggelamkan oleh pencitraan yang dicitrakan jelek oleh pikiran kita, mari kita cari tahu bukan tempe, apa itu citra atau pencitraan.
Menurut Indayati Oetomo, image consultant dan pendiri John Roberts Power Indonesia, pencitraan mutlak dilakukan oleh setiap orang. Terus kata psikolog Elizabeth Hurlock, citra diri merupakan gambaran seseorang tentang dirinya secara keseluruhan, baik yang tercermin dari dalam dirinya (seperti kompetensi, karakter, nilai) maupun tampilan luarnya (penampilan, sikap, bahasa tubuh).
Hayoooloh, pencitraan itu bukan sesuatu yang negatif, tapi setiap orang pasti melakukan pencitraan. Buka pikiran kita, buka hati kita, setiap hari meski tak setiap saat kita melakukan pencitraan. Sederhananya pencitraan adalah dinilai orang, mau baik atau buruk tergantung diri kita ingin mencitrakan diri kita seperti apa. ubah cara pandang kita, kalau pencitraan itu hal lumrah dan tidak buruk, pencitraan itu penting untuk menjual diri kita. Pencitraan perlu untuk menambah jejaring pertemanan kita. Tidak pencitraan tidak keren tjoy.
Contoh kongkretnya ya. Setiap insan di fitrahkan untuk menyukai lawan jenisnya. Alkisah ada seorang lelaki yang jatuh cinta pada seorang wanita yang cantik jelita, setiap malam yang dipikirkanya hanya wanita itu, ia pun melakukan cara-cara agar mendapat perhatian dari si wanita. Apa yang dilakukanya? Pencitraan. Lelaki itu akan mencoba terlihat baik di wanita itu, akan menampilkan sesuatu yang terbaik. Itu pencitraan, ingin dinilai lebih dan baik oleh wanita itu. Masa-masa pedekate adalah masa-masa pencitraan.
Itu contoh nyatanya, masih banyak contoh lainnya. Pencitraan juga bisa dilakukan sengaja ataupun tidak disengaja, saat melakukan sesuatu, dan itu terus menerus akan menjadi citra diri kita dan akan menimbulkan pencitraan. Ada anak yang tiap nunggu kelas kuliah kerjaanya pergi ke perpustakaan, ia akan tercitrakan si kutu buku. Ada juga mahasiswa yang kalau nunggu kelas, perginya ke rental PS, si mahasiswa akan tercitrakan tukang maen PS. Jadi pencitraan bisa terjadi bukan hanya disengaja, tak disengaja pun bisa.
Memang, pencitraan tercitrakan buruk oleh segelintir orang, yaitu orang yang menampilkan diri yang tidak sesuai dengan dirinya. Yaaa itu namanya munafik. Jadi jika ingin menampilkan citra, harus sesuai apa adanya. Absurd memang, kita ingin menampilkan sesuatu yang baik, tapi disisi lain terkadang tidak sesuai dengan diri atau kita tidak punya sesuatu itu. Sederhananya, tampilah apa adanya, jangan takut berbuat baik, jangan phobia akan komentar orang lain, jangan takut melakukan pencitraan yang positif, tapi jangan munafik. Be your self! Atau bentuk citra itu, lalu menegaskan diri kalau itu memang bagian dari diri kita.
Di era yang penuh persaingan ini, orang yang cerdas atau pintar yang diam akan kalah oleh orang yang biasa saja tapi terampil tampil atau aktif menjual diri. Ayoo jugal diri kita, jangan malu-malu, lakukanlah pencitraan. Mau contoh? Jika kita suka nulis, pilihlah spesialisasi kita, misal kita suka politik tulislah hal-hal burnuansa politik, lambat laun kita akan tercitrakan sebagai orang yang jago politik, jualah diri kita dengan pencitraan! Tampilkan apa yang kita punya, yang kita bisa kepada orang lain, jualah kemampuan kita, dan biarkan orang menilai. Pencitraan lah, pencitraan lah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H