"Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja sebaik-baiknya dengan penuh rasa tanggung jawab" ucap Moeldoko saat mengucapkan sumpah jabatan pada saat dirinya dilantik oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Kepala Staf Kepresidenan (KSP). Jabatan itu bukan jabatan yang sembarangan mengingat tugasnya yang cukup berat, diantaranya memberikan informasi strategis kepada presiden, membantu presiden merancang komunikasi politik antar lembaga dan publik, dan tentulah Jokowi hanya akan memilih orang-orang dekat yang Ia percayai untuk memegang amanat ini. Dilantiknya Moeldoko untuk jabatan yang setingkat dengan menteri ini diwarnai "kode-kode keras" oleh Jokowi, seperti sebelumnya dipercaya Jokowi untuk mewakili keluarganya menyambut tamu undangan dalam pernikahan Kahiyang-Bobby.
Istana Bertaburan Bintang
Dengan dilantiknya Moeldoko sebagai KSP maka otomatis menambah deretan jenderal-jenderal kawakan di sekeliling Istana ; Moeldoko, Luhut B. Panjaitan, Wiranto, Agum Gumelar (yang juga baru dilantik), Ryamirzad Ryacudu, Try Sutrisno, dan Sidarto Danusubroto. Belum lagi Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang juga belum lama ini dilantik disebut memiliki hubungan yang cukup dekat dengan presiden Jokowi semenjak masih menjadi Walikota Solo.
Isu-isu Srategis yang Mengiringi Pengangkatan Moeldoko
Selain tentu dengan alasan-alasan Jokowi menaburi istananya dengan bintang untuk memperkuat kabinet, menghasilkan kebijakan strategis yang baik, mempercepat terwujudnya nawacita dan lain-lain, ada isu-isu berkembang yang juga menarik untuk diperhatikan  :
- Ketidak harmonisan dengan Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo (GN)
Sebagai sesama mantan Panglima TNI tapi mengapa Jokowi Memilih Moeldoko daripada GN sebagai KSP? Jokowi seolah ingin menegaskan bahwa dia memiliki Hak untuk memilih siapa saja dan kapan saja sebagai pembantunya dalam menjalankan pemerintahan. Jokowi juga seolah tidak mau memberi panggung kepada GN untuk pertarungan 2019 nanti. Gesture GN memang menunjukan beliau akan ikut bertarung di Pilpres 2019, tentu saja itu adalah hak beliau, namun lawan politik juga berhak antisipasi.
- Jokowi Vs Prabowo
Persaingan Pemilihan Umum Presiden sudah terasa hawanya, anginnya sudah berhembus sampai kesini. Moeldoko adalah Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) versi Munas periode 2017-2020. Sebagaimana kita ketahui, HKTI sedang memiliki konflik dualisme kepemimpinan antara Moeldoko Vs Prabowo, Prabowo mengklaim bahwa dirinya adalah Ketua Dewan Pembina HKTI dengan Fadli Zon sebagai Ketua Umum HKTI meski gugatannya sudah ditolak oleh MA. Disini seolah-olah Jokowi ingin menyiratkan bahwa dia mendukung HKTI versi munas yang diketuai oleh Moeldoko.
HKTI ini juga memang pantas diperebutkan mengingat jumlah anggota yang tercatatnya mencapai 60 juta orang, tentu sangat strategis untuk dijadikan alat pendulang suara di Pemilu nanti.
- Sipil VS Militer
Isu Sipil Vs Militer memang strategi yang ampuh menjelang perhelatan Pemilihan Umum Presiden. Isu ini cukup ampuh menggoyang Jokowi di Pilpres 2014 meski akhirnya Jokowi tetap menang. Isu yang dimainkan kurang lebih : Militer lebih tegas dalam mengambil kebijakan. Setelah Istana bertaburan bintang militer, paling tidak Jokowi semakin percaya diri dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan karena dukungan para Jenderal disekelilingnya.
Lawan politik dihadapan Jokowi dari kalangan Militer juga tidak sembarangan, selain Prabowo dan GN juga masih ada SBY dan putranya AHY yang sedang bersiap-siap tancap gas di 2019.
- Mempererat Kabinet
Moeldoko adalah Wakil Ketua Dewan Pembina Hanura, pengangkatan Moeldoko bisa juga untuk memperat cengkraman terhadap partai-partai pendukung pemerintah dan kaitannya dengan dukungan politik untuk pencalonan Jokowi sebagai Presiden RI periode berikutnya. Apalagi Hanura sendiri sedang memiliki konflik internal, sangat masuk akal jika hanura terbelah, konstelasi politik akan semakin dinamis, bisa saja Hanura berbalik ke kubu lawan.
Bisa saja Moeldoko diangkat menjadi Ketua Umum Hanura, toh Ketua Umum Hanura Definitif Oesman Sapta Odang (OSO) pasrah menyerahkan keputusan penyelesaian konflik kepada Wiranto dan para pencetus Munaslub untuk menurunkan OSO juga masih menghargai Wiranto, mereka menunggu juga Arahan dari wiranto.
- Kudeta
Isu sensitif ini sempat mencuat ketika Kivlan Zein dituduh terlibat gerakan makar dan digiring kantor polisi beberapa jam menjelang Gerakan Demonstrasi Super Damai 212, lalu aktifnya Jenderal GN untuk melakukan safari kepada tokoh-tokoh Islam dan pernyataan-pernyataan yang mendukung gerakan umat islam dimanfaatkan oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab dengan mengeluarkan berita-berita HOAX tentang isu kudeta. Meskipun isu ini HOAX tetapi gerakan cepat Jokowi dalam melakukan pencegahan juga bisa jadi merupakan salah satu bentuk mengembalikan kepercayaan publik yang sempat terombang-ambing oleh isu ini.
Strategi politik yang cukup cerdik dari Politisi sekaliber Jokowi, setelah berhasil merayu partai-partai dari Koalisi Merah Putih (meskipun dengan timbulnya perpecahan internal beberapa partai) untuk bergabung dengan pemerintahan, kali ini mampu mempersempit ruang gerak lawan politiknya dengan kebijakan-kebijakan strategisnya. Apakah lawan politik Jokowi juga menyiapkan amunisi-amunisi baru untuk menyerang jokowi yang kini semakin perkasa dengan hadirnya tameng jenderal berbintang ini? Tentunya ini akan semakin menarik, kita tunggu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H