Mohon tunggu...
Husaini
Husaini Mohon Tunggu... Freelancer - cah ndeso

founder omah buku "uplik cilik" : sebuah rumah baca dan tempat ngobrol anak-anak muda desa. beralamat di Desa Pelemgede Kec. Pucakwangi, Kab. Pati - Jawa Tengah. sebuah desa tepi hutan jati masuk wilayah kabupaten Pati berbatasan dengan kabupaten Blora. jalur japri : insahu977@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bantuan Itu Hanya Kebaikan Hati Pemerintah

31 Juli 2019   20:48 Diperbarui: 31 Juli 2019   20:52 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena saya penasaran dengan cerita perempuan diatas, saya mencoba mengkonfirmasi kepada mereka. Saya memulainya dengan pertanyaan: kenapa dusun mereka masuk di SK 25 (surat keputusan ke-25). SK adalah istilah populer yang digunakan warga untuk menjelaskan kapan mereka mendapatkan giliran implementasi bantuan hunian. Pemerintah mengklompok-klompokkan mereka dalam Pokmas (kelompok masyarakat), lalu Pokmas-pokmas itu dikelompokkan lagi dengan SK-SK. 

Pemerintah menerbitkan SK ke-1 hingga ke-26. Dusun yang saya ceritakan ini menurut kabar yang belum jelas, masuk dalam SK 25. Padahal hingga saat ini pemerintah dengan menggunakan dana siap pakai (DSP) baru bias mendanai hunian warga yang masuk dalam SK ke-1 hingga SH ke-21. Itu berlaku hingga 25 Agustus tahun ini.  Warga dusun yang masuk SK 22 hingga 26 masih belum jelas kapan pembangunan hunian mereka dilaksanakan.

Kadus dan beberapa orang yang nongkrong di Bruga mengaku bahwa mereka merasa tidak mendapatkan kejelasan terkait bantuan hunian. Oleh karena itu, saat ini hampir semua keluarga di dusun ini sudah membangun rumah secara mandiri. Rata-rata rumah mereka berbahan baku kayu, berdinding kalsiboard, beratap seng dan rumbia. Ada juga yang berdinding bambu. Modelnya ada yang model tradisional rumah panggung, ada yang model rumah modern; seperti rumah berdinding tembok, tapi ternyata kalsiboard. Mereka mengaku trauma dengan bangunan rumah tembok.

"Itulah kenapa warga di dusun ini tidak terlalu mengejar rumah bantuan. Mereka rata-rata sudah membangun rumahnya secara mandiri dengan bahan seadanya, dengan ukuran suka-suka mereka. Yang jelas mereka anti rumah tembok." Kata Kadus.

Begitu Kadus bercerita dengan bangga. Namun ia kemudian menarik nafas agak dalam. Ia mengaku cukup kebingungan dengan sikap warganya. Mayoritas warganya memiliki pemahaman bahwa rumah bantuan pemerintah pengganti rumah mereka yang runtuh saat gempa adalah murni kebaikan pemerintah bukan merupakan hak mereka sebagai penyintas dan warga negara.

"Kan yang membuat bencana bukan pemerintah. Besyukur pemerintah mau membantu." Begitu Kadus menirukan pernyataan warga-nya. Namun demikian, nanti jika ada bantuan yang tidak merata, Kadus yang menjadi sasaran warga. Dituduh diskriminasi hingga dianggap tidak bisa bekerja. Disini, tugas Kadus memang lebih berat dibandingkan tugas kepala desa (Kades). 

Kadus bersentuhan langsung dengan masyarakat baik administrative maupun substantif: masalah-masalah yang nyata dilapangan. Sementara kades, ia hanya berperan secara administratif. Mungkin karena sebab itu juga maka syaraat untuk menjadi Kadus lebih berat disbanding menjadi Kades dalam hal pendidikan. Kades boleh hanya lulus SMP, tapi Kadus minimal harus SMA. Begitu cerita yang saya dengar disampaikan para penghuni Bruga secara bersahutan.

Terakhir saya bertanya ke Kadus. Apakah di dusun ini ada agenda pertemuan rutin yang membahas masalah-masalah warga, jawabnya tidak ada. Hanya insidental sesuai kebutuhan. Apakah para perempuan punya agenda pertemuan rutin untuk membahas masalah-masalah, jawabnya juga tidak ada. Semua kegiatan pertemuan warga dilakukan secara incidental sesuai kebutuhan; selain ketika ada kenduri dan kematian. Namun kegiatan gotong royong warga tetap berjalan asalkan Kadus meng-komando. Saling berbagi hasil kebun seperti sayur mayur, pisang dan kelapa juga merupakan hal biasa.

Kisah ini saya dapatkan di salah satu dusun di Kabupaten Lombok Utara (KLU), Nusa Tenggara Barat. Saya tidak tahu apakah kisah ini mewakili tempat-tempat lain di KLU. Wallahu'alam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun