Mohon tunggu...
INS Saputra
INS Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Profesional IT, praktisi, pengamat.

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Kecelakaan Pesawat: Identifikasi dan Mitigasi Risiko

2 Februari 2021   21:51 Diperbarui: 3 Februari 2021   12:05 1909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kecelakaan pesawat (Shutterstock/Happy May) (Sumber: kompas.com)

Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di kepulauan Seribu hampir satu bulan yang lalu telah memunculkan berbagai spekulasi, asumsi, dan dugaan penyebab kecelakaan pesawat ini mulai dari faktor cuaca, kegagalan mesin hingga disorientasi pilot. Sebelum KNKT merilis secara resmi hasil investigasinya 8-9 Februari nanti, tentu tak ada satu pun analisis penyebab jatuhnya pesawat yang dapat dipercaya kesahihannya.

Namun demikian penulis akan menjelaskan secara global seluruh kemungkinan penyebab jatuhnya pesawat. Jika sebelumnya ada yang menyatakan bahwa pesawat jatuh disebabkan 7 faktor yakni angin, cuaca ekstrem, perangkat lunak, bahasa, human error, kendala teknis, dan aksi kejahatan, maka penulis hanya menyebutkan 5 faktor penyebab jatuhnya pesawat beserta cara mencegah/mengurangi/mitigasi risikonya.

1. Faktor Cuaca
Meliputi hujan badai, topan, angin kencang, awan tebal, sambaran petir, dll.

Mitigasi risiko:

- Meningkatkan standar keamanan dan keselamatan pesawat agar lebih tangguh (resilent) dari kondisi cuaca ekstrem;

- Meninjau kembali SOP (Standard Operating Procedure) untuk  pesawat yang akan lepas landas (take-off) dalam cuaca tidak bersahabat dengan menyesuaikan kembali (meng-adjust) batasan-batasan keadaan cuaca seperti kecepatan angin, tingkat curah hujan, ketebalan awan, potensi petir, dll. ;

- Dalam kondisi cuaca ekstrem, pesawat dizinkan untuk dapat parkir lebih lama di bandara tanpa dikenakan biaya tambahan oleh pengelola bandara.

2. Faktor Kerusakan Mesin (technical error)
Meliputi rusaknya atau tidak berfungsinya secara normal sistem piranti lunak dan piranti keras pesawat, malfunction mesin pesawat, dan gangguan teknis lainnya.

Mitigasi risiko:

- Pemeliharaan berkala, menyeluruh dan berkelanjutan;

- Pembaruan  SOP  (Standard Operating Procedure) pemeliharaan pesawat secara lebih rinci  jika pesawat tidak terbang dalam kurun waktu tertentu, seperti karena adanya pandemi Covid19 atau alasan lainnya;

- Mengawasi dan mengaudit maskapai penerbangan secara konsisten dan berkesinambungan terkait kelayakan terbang pesawat, terutama terkait pesawat-pesawat yang usianya sudah tua;

- Meminta rekomendasi dari pabrikan pesawat terkait upgrade system software jika software versi sebelumnya ditemukan adanya bug atau celah kerentanan;

- Memastikan sistem baru (jika ada) yang akan diimplementasikan ke sistem pesawat telah memenuhi prosedur pengujian yang ketat yang ditetapkan oleh otoritas penerbangan sipil nasional maupun internasional.

3. Faktor Kesalahan Manusia (human factor)
Meliputi segala hal yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan oleh pilot, kopilot, dan awak kabin lainnya sehingga membahayakan penerbangan, termasuk namun tidak terbatas pada menurunnya skill set pilot/kopilot karena jarang terbang, kondisi fisik yang kurang memadai termasuk pendengaran dan penglihatan, miskomunikasi dengan ATC atau sesama awak cockpit, gangguan psikis pilot/kopilot yang menyebabkan stres, depresi, dll.

Mitigasi risiko:

- Secara rutin dan berkesinambungan mengadakan pelatihan-pelatihan dan hands on kepada pilot/kopilot menggunakan alat simulasi pesawat terbang agar pilot/kopolit tidak kehilangan 'sentuhan' saat menerbangkan pesawat kembali setelah off cukup lama karena suatu hal termasuk karena pandemi Covid19 ini;

- Secara berkala dan berkelanjutan pilot/kopilot menjalani medical/general check up untuk memastikan kesehatan fisik dan psikis mereka prima dan layak menerbangkan pesawat.

4. Faktor Kecelakaan di Udara
Meliputi kecelakaan antar pesawat di udara (meskipun cukup jarang terjadi), masuknya benda vulkanik dan benda-benda lainnya, seperti layang-layang, balon udara, drone bahkan burung yang masuk ke dalam mesin pesawat serta gangguan frekuensi kerja karena ada penumpang yang mengoperasikan perangkat elektronik yang memancarkan gelombang elektromagnetik sehingga menginterferensi sistem radio pesawat.

Mitigasi risiko:

- Melakukan pengawasan yang ketat terhadap jadwal dan jalur penerbangan terutama jika jadwal penerbangan sangat sibuk (peak season) atau kondisi jalur penerbangan dilalui oleh debu vulkanik. Jika jalur penerbangan normal dilalui debu vulkanik maka penerbangan bisa ditunda atau dialihkan ke jalur lainnya yang lebih aman;

- Melakukan penegakan hukum (law enforcement) terhadap para pelanggar keselamatan penerbangan khususnya di lingkungan sekitar bandara, seperti kepada warga yang menaikkan layang-layang ukuran besar, balon udara, drone serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap penumpang yang mengoperasikan perangkat elektronik yang berpotensi mengganggu komunikasi radio antara pilot dengan ATC terutama saat lepas landas dan mendarat.

5. Kegiatan Sabotase
Meliputi pembajakan pesawat (fisik maupun non fisik/jarak jauh), tindakan terorisme, serangan senjata rudal, dll.

Mitigasi risiko:

- Pemeriksaan lebih ketat dan berlapis di bandara asal terhadap kemungkinan penumpang membawa barang-barang berbahaya. Jika ada kasus dimana penumpang/teroris bersenjata bisa lolos ke pesawat maka harus dilakukan audit secara keseluruhan terhadap keamanan dan keselamatan di bandara asal;

- Terhadap pembajakan jarak jauh (remote hijacking), perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap sistem keamanan pesawat. Beberapa piranti lunak yang memiliki celah kerentanan sebagai pintu masuk untuk membajak pesawat dari jarak jauh harus benar-benar dipastikan aman. Meskipun kasus ini sangat jarang terjadi bahkan kecil kemungkinan terjadi, namun bukan tidak mungkin di waktu mendatang ancaman ini akan ada. Kasus hilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370 tahun 2014 lalu yang hingga kini belum diketahui keberadaannya  - sehingga memunculkan dugaan adanya aksi kriminal - bisa jadi (ada kemungkinan) adalah kasus remote hijacking pertama yang pernah terjadi meskipun otoritas penerbangan Malaysia dan internasional tidak penah menyatakan demikian;

- Untuk menghindari serangan rudal dari darat seperti kasus (lagi-lagi) pesawat Malaysia Airlines MH17 pada tahun yang sama, maka setiap maskapai diwajibkan menghindari jalur penerbangan di atas area yang terdapat konflik militer karena dalam situasi konflik militer, serangan rudal dari darat ke arah pesawat penerbangan sipil adalah serangan dengan pilihan sulit, salah sasaran atau menjadi sasaran serangan udara oleh pesawat militer. (ins.saputra).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun