Jabatan Ketua MPR atau kursi MPR-1 akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan.
PKB melalui Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar-lah yang pertama kali secara terang-terangan menyatakan bahwa dirinya tertarik menduduki kursi di MPR (ketua MPR) dan tidak tertarik dengan jabatan menteri. Partai Golkar sebagai partai pemilik kursi terbesar kedua di parlemen dan di koalisi setelah PDI Perjuangan, tidak tinggal diam. Adalah Airlangga Hartarto sang Ketua Umum yang menyatakan bahwa Kursi Ketua MPR seharusnya berada di tangan Golkar berdasarkan perolehan kursi di DPR.
Tidak berhenti di sana, partai Gerindra melalui Ketua DPP Sodik Mudjahid juga menyatakan bahwa partainya lebih tepat menduduki kursi MPR-1 sebagai bentuk rekonsiliasi kelompok koalisi dan kelompok oposisi.
Jauh sebelum itu, Partai Amanat Nasioanl (PAN) melalui Ketua Umumnya Zulkifli Hasan disinyalir telah melobi presiden Jokowi untuk meminta 'peran yang tepat' sesuai sumber daya yang ada di PAN. Oleh partai koalisi, Zulhas - sapaan akrab Zulkifli Hasan - dianggap menginginkan posisi Ketua MPR tetap di tangannya, meskipun hal ini sudah dibantah langsung oleh sekjen PAN Eddy Soeparno.
Rupanya kursi Ketua MPR tidak hanya diperebutkan oleh 4 partai saja. Partai pemenang pemilu PDI Perjuangan yang sudah pasti menduduki kursi Ketua DPR RI (sesuai UU MD3 terbaru) juga ikut memperebutkannya. Adalah sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto yang menyatakan bahwa dengan menjadi Ketua MPR, PDI Perjuangan bisa mengembalikan watak dan kepribadian bangsa.
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan partai yang memiliki kursi paling sedikit di DPR juga tertarik menduduki kursi Ketua MPR. Plt. Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa menyatakan bahwa mereka juga mengincar kursi MPR, kalau bisa menjadi ketua lebih bagus, tapi minimal PPP menjadi Wakil Ketua MPR.
Partai terakhir yang menyatakan ketertarikannya menduduki kursi Ketua MPR adalah partai Demokrat. Wakil Ketua Umum Syarief Hasan menyatakan bahwa partai Demokrat memiliki sejarah dekat dengan PDI Perjuangan, sebagai pemenang pemilu saat ini. Pada tahun 2009 ketika SBY menjadi presiden dan partai Demokrat sebagai pemenang pemilu, jabatan Ketua MPR diisi oleh fungsionaris PDI Perjuangan.
Jika dirunut, setidaknya sudah ada 7 parpol yang berebut kursi Ketua MPR.
Partai NasDem melalui Ketua Umumnya Surya Paloh dengan tegas menyatakan sebagai senior ia mengalah dan menyerahkan kursi Ketua MPR periode berikutnya kepada pimpinan-pimpinan parpol yang lebih muda. Secara tersirat Surya Paloh merekomendasikan Airlangga Hartarto atau Muhaimin Iskandar - yang notabene adalah ketua parpol yang lebih muda - sebagai ketua MPR periode berikutnya.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai oposisi, melalui Ketua DPP Mardani Ali Sera menyatakan bahwa untuk paket pimpinan MPR, PKS memiliki domainnya (mekanismenya) sendiri yakni diputuskan dalam musyawarah Majelis Syuro. PKS menghormati dan menghargai hak mitra oposisi partai Gerindra yang mengincar kursi Ketua MPR sebagai bagian dari target dan strategi partai Gerindra.
DPD yang merupakan anggota MPR dari kelompok non-DPR sejauh ini belum menyatakan pendapatnya. Usulan agar Ketua MPR diisi oleh kelompok DPD justru berasal dari PPP, meskipun PPP sendiri menginginkan kadernya duduk di kursi pimpinan MPR.
Parpol atau kelompok manakah yang paling layak dan berhak menduduki kursi MPR-1?
Pada prinsipnya semua anggota fraksi DPR dan anggota kelompok DPD bisa menjadi Ketua MPR.
Namun mencari parpol atau kelompok yang paling layak dan berhak bukanlah perkara yang mudah, apalagi jika harus dipilih secara aklamasi.
Pemilihan Ketua MPR secara aklamasi sulit dilakukan karena untuk memilih Ketua MPR secara musyawarah/mufakat dibutuhkan seorang figur negarawan yang mampu merangkul semua kelompok atau golongan.
Kemungkinan terbesar pemilihan kursi Ketua MPR akan dilakukan melalui pemungutan suara dengan sistem paket. Masing-masing fraksi atau kelompok akan mengusulkan paket pimpinan MPR yang terdiri dari 1 orang ketua dan 7 orang wakil ketua untuk kemudian dilakukan pemungutan suara atau voting secara tertutup.
Kembali ke pertanyaan parpol atau kelompok manakah yang paling layak dan berhak menduduki kursi MPR-1?
Mengklaim dan merasa paling layak dan berhak menduduki kursi Ketua MPR sih boleh-boleh saja.
Namun akan lebih baik jika penentuan parpol atu kelompok yang paling layak dilakukan berdasarkan sebuah analisis yang argumentatif.
Sebuah analisis matriks keputusan (Decision Matrix Analysis) dapat membantu menentukan dan memutuskan parpol atau kelompok mana yang paling layak dan berhak menduduki kursi MPR-1.
Syaratnya hanya 3, yakni:
(a) menentukan faktor atau kriteria;
(b) menentukan bobot tiap-tiap kriteria;
(c) menentukan nilai parpol/kelompok berdasarkan kriteria tersebut.
A. Menentukan Faktor atau Kriteria
Kriteria bisa ditentukan secara objektif, namun bobot dan nilai bisa sangat subjektif. Untuk mengurangi subjektivitas, penentuan bobot dan penilaian dapat dilakukan melalui FGD (Forum Group Discussion).
Berikut ini adalah beberapa faktor atau kriteria untuk penilaian parpol/kelompok menjadi calon Ketua MPR:
1. Jumlah kursi di DPR berdasarkan hasil pemilu 2019 (sebagai kriteria K1; semakin banyak kursi di DPR, nilai semakin besar)
2. Keterwakilan atau representasi parpol pada posisi presiden atau wakil presiden pada pilpres 2019 (sebagai kriteria K2; semakin terwakili, nilai semakin kecil)
3. Urutan perolehan kursi DPR (prioritas) dari masing-masing kelompok koalisi atau oposisi (sebagai kriteria K3; semakin tinggi urutan, nilai semakin besar)
4. Keterwakilan atau representasi parpol pada pimpinan MPR periode 2014-2019 (sebagai kriteria K4; semakin terwakili, nilai semakin kecil)
5. Kombinasi atau sinergi antara Ketua DPR dari parpol koalisi dan Ketua MPR dari parpol oposisi (sebagai kriteria K5; parpol oposisi nilainya lebih besar dibandingkan parpol koalisi)
6. Kombinasi atau sinergi antara Ketua DPR dari parpol nasionalis dan Ketua MPR dari parpol religius (sebagai kriteria K6; parpol religius nilainya lebih besar dibandingkan parpol nasionalis)
7. Keterbukaan parpol bekerja sama dengan parpol koalisi atau oposisi (sebagai kriteria K7; semakin terbuka, nilainya semakin besar)
*Koalisi yang dimaksud di atas adalah kelompok atau gabungan partai pendukung pemerintah atau kabinet (the political parties that make up the cabinet are called coalition parties. Parties that are not included in the cabinet are called opposition parties (houseofrepresentatives.nl).
B. Menentukan Bobot Tiap-Tiap Kriteria
Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa penentuan bobot masing-masing kreteria bisa sangat subjektif.
Berdasarkan subjektivitas penulis, berikut bobot tiap-tiap kriteria:
1. K1, bobot 6 atau 24%
2. K2, bobot 5 atau 20%
3. K3, bobot 5 atau 20%
4. K4, bobot 4 atau 16%
5. K5, bobot 2 atau 8%
6. K6, bobot 2 atau 8%
7. K7, bobot 1 atau 4%
C. Penilaian
Meskipun partai NasDem dan kelompok DPD tidak mengajukan diri sebagai Ketua MPR, penilaian ini menyertakan semua parpol atau fraksi DPR dan kelompok DPD.
Penilaian secara lengkap dan detail terhadap parpol dan DPD untuk menduduki kursi MPR-1 berdasarkan kriteria dan bobot di atas dapat dilihat dan diunduh pada tautan https://bit.ly/KursiMPR1
Berikut ringkasan tabel penilaian parpol dan kelompok DPD untuk menduduki kursi MPR-1 berdasarkan analisis matriks keputusan:
Ini berarti bahwa berdasarkan analisis ini, partai Gerindra adalah partai yang 'paling layak dan berhak' menduduki kursi Ketua MPR periode 2019-2024.
Catatan:
Penilaian bersifat subjektif dan asumtif berdasarkan analisis penulis, total nilai parpol bisa berubah sesuai besarnya bobot kriteria dan penilaian tiap-tiap kriteria (ins.saputra).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H