Mohon tunggu...
INS Saputra
INS Saputra Mohon Tunggu... Penulis - Profesional IT, praktisi, pengamat.

Profesional IT, praktisi, pengamat.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Polemik Tagar 2019 Ganti Presiden

31 Agustus 2018   16:39 Diperbarui: 1 September 2018   21:18 1618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penolakan deklarasi #2019GantiPresiden di beberapa daerah menunjukkan adanya pro dan kontra terhadap deklarasi ini. Pro dan kontra adalah sesuatu hal yang wajar dalam kehidupan berdemokrasi karena setiap orang pasti memiliki persepsi dan sudut pandang masing-masing. Yang tidak wajar adalah perbedaan persepsi yang berujung pada kerusuhan dan mengganggu ketertiban umum.

Apakah Seruan 2019 Ganti Presiden Melanggar Undang-Undang?
Jika tidak berisi embel-embel 2019 dan presiden tidak melakukan kesalahan seperti yang diatur oleh Undang-Undang yang memungkinkan presiden diberhentikan, tentu seruan ini cenderung bersifat provokatif (bahkan sebagian orang mengkategorikannya sebagai 'tindakan makar'), meskipun penyampaian pendapat di muka umum juga diatur oleh Undang-Undang.

Karena ada embel-embel 2019 dan pada tahun 2019 kita tahu ada pesta demokrasi pemilu presiden dan pemilu legislatif secara serentak maka selama yang dimaksudkan adalah penggantian presiden secara konstitusional melalui pemilihan umum yang demokratis, tentu tidak masalah. Yang menjadi masalah tentu jika ingin tetap memaksakan kehendak mengganti presiden (dengan cara apa pun) meskipun seandainya hasil pemilu presiden menyatakan petahana yang menang.

Mengapa Memilih  #2019GantiPresiden?

#2019GantiPresiden sengaja dipilih oleh oposisi karena pada dasarnya sifat oposisi adalah berseberangan dengan rezim yang sedang berkuasa dan keinginan untuk mengganti rezim yang berkuasa adalah sesuatu yang wajar asal dilakukan secara konstitusional. Disamping itu, #2019GantiPresiden juga dirasa lebih 'menjual' dibandingan dengan #2019PrabowoPresiden atau bahkan #2019PresidenBaru misalnya.

#2019GantiPresiden dapat memiliki konotasi bahwa presiden yang sedang berkuasa sekarang telah gagal (tidak memiliki keberhasilan) sehingga layak untuk diganti, siapa pun penggantinya. Buktinya, #2019GantiPresiden ini sudah mulai diperkenalkan oleh inisiatornya beberapa bulan sebelum Prabowo dideklarasikan sebagai calon presiden,  meskipun kemudian ada yang menyatakan bahwa gerakan #2019GantiPresiden tidak ada hubungannya dengan gerakan mendukung Prabowo sebagai presiden padahal hanya ada dua pasangan calon yang mendaftar sebagai calon presiden.

#2019GantiPresiden juga memiliki segmentasi yang lebih luas dari pada #2019PrabowoPresiden karena ada juga kelompok yang tidak menghendaki Jokowi menjabat kembali sebagai presiden tapi juga tidak menginginkan Prabowo sebagai presiden. Sebut saja, Yusril Ihza Mahendra dan Sri Bintang Pamungkas.

Lalu, Etiskah Gerakan #2019GantiPresiden?

Masalah etis atau tidak etis ini tentu akan sulit untuk dinilai. Kubu penggagas tagar ini tentu akan menyatakan gerakan ini etis dan tidak melanggar etika. Sebaliknya, kubu petahana akan menilai gerakan ini melanggar etika karena menganggap gerakan ini cenderung bersifat provokatif dan sangat berhasrat untuk mengganti presiden yang berkuasa alih-alih menonjolkan siapa penggantinya.

Mengapa Deklarasi ini Mengundang Penolakan di Berbagai Daerah?

Setidaknya ada dua alasan mengapa deklarasi #2019GantiPresiden mengundang penolakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun