Mohon tunggu...
Abdullah Fatoni
Abdullah Fatoni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jomblo

Ingin bermanfaat untuk orang lain

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film Malik dan Elsa 2021

12 Oktober 2021   16:09 Diperbarui: 12 Oktober 2021   17:23 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diangkat dari novel hasil karya dari novelis terkenal yaitu Boy Candra dengan judul yang sama. Cerita yang mengakat kisah romansa bercampur dengan tekad dan cita-cita ini, menjadi inti dari cerita film yang belum lama ini tayang di Disney+ Hotstar berjudul Malik dan Elsa. Meskipun film ini tidak tampil di bioskop, setidaknya para penggemar setia novel Malik dan Elsa dapat menyaksikannya melalui layanan streaming pada tanggal 9 Oktober 2020 tahun lalu. sebenarnya, film Malik dan Elsa ini direncanakan tayang di bioskop pada 2 April, karena  masih dalam keadaan pandemi, film Malik dan Elsa masuk jajaran film Indonesia yang tayang perdana di Disney+ Hotstar.

Alur cerita film Malik & Elsa ini dimulai dengan penuturan Malik yang diperankan oleh Endy Arfian tentang tekad dan niatnya untuk berkuliah meskipun dirinya berasal dari keluarga yang mengalami keterbatasan ekonomi. Di hari pertama dirinya duduk di bangku kuliah, Malik berkenalan dengan seorang gadis bernama Elsa yang diperankan oleh Salshabilla Adriani dengan cara yang tak biasa, yang kemudian secara perlahan mulai menjadi sosok yang begitu dekat dalam keseharian Malik. Hubungan antara Malik dan Elsa ternyata memicu banyak tantangan dan konflik. Pertama, kakak kelas Malik dan Elsa di kampus mereka yang bernama Liandra yang diperankan Muhamad Yahya Nur Ibrahim, yang ternyata memendam perasaan pada Elsa. Namun dia juga tidak suka kepada Malik yang selalu saja berdekatan dengan Elsa, bahkan dia sampai harus terus mengganggu Malik dengan bantuan teman-temannya. Ditambah dengan ibu Elsa yang diperankan oleh Nina Rahma, juga memberi penilaian buruk dengan kehadiran sosok Malik yang dianggap sudah membawa pengaruh negatif kepada Elsa. Tidak ingin memberikan lebih banyak masalah pada Elsa, Malik mulai mempertimbangkan gadis yang sangat disukainya itu.

Harus diakui, sulit untuk tidak memberikan perbandingan langsung antara Malik & Elsa dengan seri film Dilan arahan Fajar Bustomi dan Pidi Baiq serta sama-sama diproduksi oleh rumah produksi MAX Pictures tersebut. Jelas bukan suatu masalah besar jika Malik & Elsa juga ingin membawakan tema cerita tentang drama romansa remaja dengan balutan barisan dialog puitis seperti yang dahulu telah dilakukan oleh seri film yang berhasil meraih sukses luar biasa secara komersial tersebut. Sayangnya, naskah cerita garapan Nana Mulyana dan Media Kita untuk film ini tampil dengan begitu banyak keterbatasan untuk menghasilkan jalinan kisah yang sama menariknya.

Malik & Elsa memang mencoba untuk berbicara tentang banyak hal dalam linimasa ceritanya namun, di banyak kesempatan, konflik maupun topik yang telah disajikan tersebut tidak pernah mampu untuk mendapatkan penggalian kisah secara lebih kuat maupun mendalam.

Lihat saja bagaimana film ini mencoba untuk menghadirkan sosok karakter Malik sebagai sosok pemuda yang ingin merubah nasib keluarganya dengan meneruskan pendidikannya ke tingkat kuliah. Tema ini kemudian terkesampingkan begitu saja ketika alur kisah romansa antara karakter Malik dan Elsa mulai terbentuk. Atau tentang bagaimana karakter Malik digambarkan sebagai seorang penulis cerita yang handal. Tidak pernah terbangun dengan meyakinkan hingga, secara tiba-tiba, komponen kisah tersebut dimunculkan di paruh akhir film. Tidak hanya dari konflik cerita, karakter-karakter yang muncul di linimasa penceritaan Malik & Elsa juga banyak yang disajikan dangkal dan hanya muncul serta digunakan saat diperlukan saja. Karakter Liandra, contohnya, yang dikesankan memiliki masa lalu dan menyimpan perasaan terhadap karakter Elsa namun tidak pernah diberikan porsi cerita yang membuat kehadirannya benar-benar berarti. Cukup mengganggu.

Kisah romansa yang terjalin antara karakter Malik dengan Elsa juga bukannya mampu dihadirkan secara kuat.  Film Malik dan Elsa ini memiliki durasi 1 jam 29 menit. Namun, konflik utamanya justru baru bisa penonton rasakan di sepertiga akhir film. Baru ketika film tinggal berusia 30 menit lagi, konflik utama dimunculkan.

Tentu hal itu agak disayangkan mengingat selama satu jam penonton disuguhkan dengan proses pendekatan antara Malik dan Elsa. Akhirnya, penyelesaian konflik juga terasa begitu padat dengan adegan-adegan yang terasa begitu cepat.

Padahal, film ini punya cerita yang cukup kompleks jika diuraikan sejak awal-awal film. Seperti bagaimana Elsa jatuh cinta pada Malik dan bagaimana Malik meyakinkan Elsa bahwa dia hadir dari keluarga yang tidak berpunya. Atau, soal pertemuan Malik dan keluarga Elsa yang pasti bikin penonton kebawa deg-degan. Sayang kompleksitas dari premisnya tidak terlalu berhasil memanfaatkan durasi film yang seharusnya cukup.

Bukan hal mudah memang merangkai sebuah cerita yang utuh tanpa celah. Dalam film Malik dan Elsa pun ada beberapa adegan yang sepertinya kurang berhubungan dengan adegan lain.

Salah satunya, ketika Elsa menemui Malik di pasar. Malik bertanya dari mana Elsa tahu keberadaan dirinya di pasar. Elsa menjawab bahwa dia tahu dari Lubis, teman satu kosan Malik. Namun, beberapa adegan setelahnya, ada adegan ketika Lubis dan Elsa baru bertemu dan baru dikenalkan oleh Malik. Hmm.

Selain itu juga soal runtun waktu yang cukup ambigu. Di awal mereka berkenalan itu karena Elsa dianggap kalah taruhan dan harus traktir Malik selama satu minggu. Selama satu minggu itu, mereka nyaris bersama terus setiap hari.

Namun, di hari terakhir, Elsa bingung karena orangtuanya sudah membatasi dia untuk tak dekat dengan Malik. Hanya dalam waktu satu minggu, orangtua Elsa, teman kos Malik, dosen filsafat, tengkulak di pasar, sampai hansip yang bertugas di dekat rumah Elsa sudah tahu bahwa Elsa dan Malik tengah dekat.

Menariknya lagi, ketika Lubis membaca naskah novel yang dibuat oleh Malik. Kemudian mengirimkannya diam-diam pada sebuah kompetisi, dan ternyata naskahnya menang. Malik mendapat beasiswa ke Belanda dan berangkat beberapa hari setelah pengumuman.

Jika diamati waktunya, keberangkatan Malik ke Belanda hanya beberapa hari setelah waktu traktir satu minggu Elsa berakhir. Sementara waktu traktir mereka dimulai ketika mereka baru saja mulai kuliah.

Seakan proses Malik mendapat beasiswa sampai terbang ke Belanda hanya memakan waktu yang sangat singkat dari mulai pendaftaran naskah sampai keberangkatan pemenang. Terlebih, dirinya baru saja masuk minggu pertama kuliah di Universitas Negeri Padang dan sudah dapat beasiswa ke luar negeri.

Film Malik dan Elsa ini juga cukup baik dalam pengambilan gambar. Penonton seolah diajak masuk dalam cerita romantisme Elsa dan Malik: bagaimana mereka menyusuri Kota Padang yang ditampilkan cukup apik. Film ini juga cukup berhasil menghadirkan landscape Kota Padang yang jarang sekali ditampilkan di film-film dengan latar Minang lainnya.

Soundtrack-soundtrack yang diputar juga cukup mewakili adegan yang tengah berlangsung. Lagu-lagu dengan nuansa kekinian relate dalam suasana romantisme Malik dan Elsa. Oh ya, pemeran Elsa, Salshabilla Adriani, juga menyanyikan salah satu soundtrack-nya yang berjudul "Katakan Cinta".

Sayang, ada beberapa pengambilan gambar yang menampilkan efek-efek bercahaya yang berlebihan, Seperti ketika Malik dan Elsa di atas kapal. Atau ketika Liandra bicara dengan Malik di depan kosan, terlihat efek glowing di wajah Malik yang berlebihan.

Arfian dan Adriani sendiri tampil cukup menyenangkan sekaligus meyakinkan sebagai pasangan. Chemistry yang erat antara keduanya mampu menghadirkan beberapa momen manis dalam pengisahan Malik & Elsa terlepas dari lemahnya kualitas penampilan film ini dari berbagai lini lainnya. Pengisi departemen akting film lain, sayangnya, tidak mampu memberikan kontribusi sekuat penampilan Arfian dan Adriani. Banyak dari pemeran film bahkan tampil begitu kaku dalam menghidupkan adegan maupun mengutarakan setiap dialog mereka. Tidak banyak hal lain yang dapat diutarakan dari film yang menjadi debut pengarahan film layar lebar bagi Eddy Prasetya ini. Dengan kualitas cerita dan pengarahan yang tampil seadanya -- jika tidak ingin menyebutnya sebagai lemah -- Malik & Elsa tidak mampu untuk menjadikan presentasinya secara keseluruhan meninggalkan kesan yang benar-benar berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun