Mengapa Kita Membutuhkan Escapism?
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Journal of Personality and Social Psychology (Volume 104, 2013), dikemukakan bahwa escapism dapat membantu mengurangi beban kognitif dan emosional yang terlalu berat.Â
Penelitian ini menyebutkan bahwa aktivitas yang sederhana, seperti mendengarkan musik atau berjalan-jalan di alam terbuka, dapat membantu otak untuk memulihkan diri dari kelelahan (Müdigkeit).
Bagi saya, momen escapism adalah ketika saya meluangkan waktu untuk menonton serial favorit di akhir pekan atau sekadar duduk di taman sambil membaca buku, menulis artikel dengan pilihan tema-tema kesukaan, menulis karya-karya imanjinatif dan pergi ke pantai untuk menikmati keindahan alam entah sekedar mendengar deru ombak dan banyak lagi sejenisnya.Â
Aktivitas ini mungkin terlihat sederhana, tetapi memberikan dampak besar dalam menjaga kesehatan mental.Â
Ia menjadi seperti oase di tengah padang pasir kehidupan yang kering. Ada energi baru yang saya dapatkan untuk kembali bersemangat pada tanggung jawab utama.
Ketika Escapism Berubah Menjadi Masalah
Namun, escapism tidak lepas dari risiko. Ketika digunakan sebagai alat untuk menghindari tanggung jawab atau menghadapi masalah, escapism justru dapat memperburuk keadaan.Â
Misalnya, seseorang yang terus-menerus bermain game untuk menghindari stres pekerjaan bisa kehilangan produktivitas dan malah menambah masalah baru. Ia bisa saja semakin tidak peduli pada orang lain yang sermah atau sekomunitas dengannya.
Dr. Bren Brown dalam bukunya Daring Greatly (Penguin Random House, 2012, hlm. 133) menyebutkan bahwa "pelarian sesaat adalah wajar, tetapi penting untuk kembali ke realitas dengan cara yang sehat."Â
Ia menekankan pentingnya kesadaran diri untuk mengenali kapan escapism berubah menjadi pola pelarian yang tidak sehat.