Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

4 Strategi Mempersiapkan Desa Wisata

24 Juli 2024   05:28 Diperbarui: 25 Juli 2024   12:51 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa wisata, siapa yang tidak suka? Semua orang pasti senang dengan desa wisata. Dalam sebutan ini tersimpan harapan dan gambaran besar tentang kemajuan, globalitas, dan perubahan | Ino Sigaze.

Penduduk asli yang mendiami wilayah tanah ulayat punya kerinduan besar untuk melihat dan merasakan seperti apa desa wisata itu sendiri. Meskipun demikian, membangun desa wisata bukan hanya soal mengurus administrasi dan dokumen.

Melengkapi segala tuntutan administrasi mungkin bisa dilakukan dalam seminggu, tetapi membangun desa wisata dalam arti yang sebenarnya membutuhkan waktu. Mengapa persiapan desa wisata itu memerlukan waktu panjang? Berikut beberapa alasannya:

1. Desa Wisata adalah Soal Mentalitas

Ketika kami berbicara tentang desa wisata pada 22 Mei 2024 lalu di kampung Worowitu, Ende, Flores, NTT, kesadaran pertama yang muncul adalah bagaimana mungkin membangun desa wisata tanpa mentalitas masyarakat yang mendukungnya?

Pada waktu itu saya menerima tamu, seorang teman dari Jerman dan empat orang lainnya dari Jakarta dan Bali. 

Malam pertama adalah malam pergulatan bagi saya karena saya memandu pertemuan lima orang itu dengan masyarakat setempat. Kami membuka forum diskusi bebas dan ingin tahu konsep masyarakat tentang desa wisata.

Secara umum, masyarakat mengerti desa wisata sebagai tempat yang dikunjungi orang lain untuk melihat keindahan alam di sekitar mereka. 

Foto: Ino Sigaze. Momen melihat keindahan alam di sekitar persiapan desa wisata.
Foto: Ino Sigaze. Momen melihat keindahan alam di sekitar persiapan desa wisata.

Gambaran mereka jauh dari yang dipikirkan banyak orang, terutama mereka yang sudah lama terjun ke dunia wisata. Teman saya yang lama tinggal di Bali mengatakan bahwa desa wisata perlu dipersiapkan dengan baik, terutama mental masyarakat. 

Persiapan mental ini penting supaya masyarakat memiliki pendirian dan basis yang kuat ketika menghadapi para tamu yang datang.

2. Desa Wisata Dimulai dengan Berbagi Perspektif Bersama

Cita-cita kami untuk membangun desa wisata telah memasuki langkah pertama, dan saya terlibat langsung di dalamnya. 

Memang saya belum tahu apakah nantinya benar akan menjadi desa wisata, tetapi langkah persiapan pertama yang penting telah kami lakukan. 

Foto Kampung Worowitu | Ino Sigaze.
Foto Kampung Worowitu | Ino Sigaze.

Berbagi perspektif dan saling tukar pikiran bukan saja untuk menjadi lebih akrab, tetapi juga sebagai cara dalam memasuki proses edukasi dasar pada masyarakat.

Cerita dan pengalaman yang dibagikan oleh masing-masing tamu pada malam itu terasa sungguh menyentuh hati masyarakat. 

Masyarakat bisa mencerna dengan baik karena dilengkapi dengan contoh dan pengalaman. Ini menunjukkan bahwa membangun desa wisata tanpa basis informasi dan wawasan yang cukup pada masyarakatnya adalah hal yang konyol.

3. Desa Wisata Dimulai dengan Konsep Kebersihan

Daya tarik wisatawan tentu saja selain alam dan budaya yang indah, tetapi kebersihan lingkungan juga tidak bisa dianggap sederhana. 

Kebersihan adalah prioritas pertama yang perlu dibicarakan dalam upaya pembangunan desa wisata. Desa wisata akan kehilangan daya tariknya jika lingkungannya tidak bersih. 

Oleh karena itu, tim pembentukan desa wisata telah memikirkan pentingnya kesadaran akan kebersihan lingkungan.

Gerakan nyata kami lakukan adalah berbicara tentang kebersihan dan praktisnya upaya memisahkan sampah plastik dan organik. Esok paginya kami menggali satu lubang sampah untuk pembuangan sampah organik. 

Lubang sampah organik | Foto: Ino Sigaze.
Lubang sampah organik | Foto: Ino Sigaze.

Dalam waktu tiga bulan, keadaan kampung menjadi lebih bersih dan kesadaran untuk memisahkan sampah plastik dan organik telah tumbuh. Halaman rumah mereka telah ditanami bunga-bunga dan lampu penerangan disiapkan di luar rumah yang dekat jalan.

4. Desa Wisata Harus Terus Dibicarakan

Komitmen dan konsistensi dalam membicarakan desa wisata sangat penting, sehingga orang tidak bilang itu gagasan yang "panas-panas tahi ayam."

Masyarakat diingatkan kembali terkait komitmen dan janji-janji mereka sendiri. Oleh karena itu, para pendamping perlu memiliki beberapa hal penting ini: Pertama, kemampuan komunikasi yang sederhana tetapi menyentuh hati, kedua, semangat dan pendekatan yang menyentuh keterampilan masyarakat lokal; ketiga, keterbukaan untuk belajar dari bahasa dan kebiasaan masyarakat setempat. Keempat, serta duduk dan berbicara di mana masyarakat setempat duduk dan bercerita.

Momen edukasi terbaik bagi masyarakat desa yang dipersiapkan untuk proyek desa wisata tentu saja tidak boleh melupakan filosofi masyarakat itu sendiri. 

Foto: Ino Sigaze.
Foto: Ino Sigaze.

Filosofi "gesa" (Unterhaltung) atau duduk-duduk dan bercerita santai di mana saja, seperti saling menghibur dengan aneka cerita, merupakan pendekatan terbaik yang murah tetapi efektif.

Salam berbagi, Ino, Rabu, 24 Juli 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun