Literasi tidak hanya sekadar menunjukkan jari dengan bentuk "L", tetapi lebih dari itu. Ia adalah suara hati yang terdengar setiap kali hadir dalam momen foto bersama para guru, anak sekolah, dan kalangan muda lainnya | Ino Sigaze.
Kode huruf "L" memang enak dan menarik untuk dijadikan simbol yang berpadu dengan variasi gaya ketika orang berpose di depan kamera.Â
Huruf "L" akhir-akhir ini tidak kalah menariknya dengan ungkapan dan ekspresi cinta dalam bahasa Korea, saranghae. Namun, kali ini saya ingin membahas secara khusus tentang huruf "L" sebagai simbol dari literasi.
Literasi Bukan Hanya Simbol
Membuat simbol tertentu dengan jari-jari kita memang sangat mudah, sama seperti membalikkan telapak tangan. Namun, menjadikan literasi sebagai bagian dari hidup ini tentu saja membutuhkan kekuatan ekstra.
Ya, sedikit lebih sulit dari sekadar melukis simbol-simbol favorit kita, karena literasi berhubungan dengan gagasan dan tulisan yang bisa ditemukan di rumah kita.
Literasi sudah lebih dari sekadar simbol. Di sana ada lukisan kata yang dirangkai menjadi kalimat, dan selanjutnya diramu dalam kesinambungan gagasan ke dalam paragraf dan pokok pikiran yang logis, penuh dengan pesan-pesan dan makna.Â
Oleh karena itu, literasi bukan hanya tentang rajin menulis, tetapi juga tentang menuangkan pergulatan hati saat menulis, yang diungkapkan dengan kata yang dipilih secara matang dan menyentuh hati.
Literasi dari Perjumpaan dengan Yang Lain
Literasi dalam kenyataannya membawa kita kepada pengalaman perjumpaan dengan yang lain dan memasuki satu proses transformasi dari perjumpaan itu kepada pengungkapan secara mendetail dalam satu narasi yang khas sesuai gaya penulisan masing-masing penulis.
Hari ini, saya dikejutkan oleh satu suara yang datang dari keheningan rumah saat saya sibuk dengan banyak hal, sampai tiga hari berlalu tanpa tulisan.Â