Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Simfoni Batu La Paga: Menguak Harmoni Alam di Balik Bentuk Tak Beraturan

16 Juli 2024   04:17 Diperbarui: 16 Juli 2024   05:16 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batu dan lapisan waktu | Foto: Ino Sigaze.

 

Sebuah simfoni kehidupan seringkali tercermin dalam berbagai aspek alam, salah satunya adalah batu-batu di pantai La Paga. 

Melalui perenungan dan interpretasi, kita dapat menemukan makna yang mendalam di balik setiap bentuk dan fenomena yang ada. 

Artikel ini mengajak kita untuk melihat, merasakan, dan memahami keindahan yang tersembunyi di balik batu-batu tersebut. Berikut adalah tiga poin penting yang menggambarkan simfoni batu di pantai La Paga.

Makna Simfoni Batu La Paga

Sebuah simfoni tidak hanya datang dalam rupa suara dan bunyi, tetapi juga dalam bentuk-bentuk tak beraturan yang dipadukan dengan yang lainnya yang sama sekali berbeda. Setiap batu di pantai La Paga seolah-olah memiliki kisahnya sendiri, yang diukir oleh gelombang laut selama bertahun-tahun.

Simfoni batu di pantai La Paga menyisakan tanya, apakah ada rencana dari Pencipta tentang evolusi batu-batu di tepi pantai itu? 

Konstruksi tak beraturan batu-batu di pantai La Paga itu memacu nalar dan imajinasi untuk merenungkan tentang lapisan waktu di tepi samudra. 

Batu dan lapisan waktu | Foto: Ino Sigaze.
Batu dan lapisan waktu | Foto: Ino Sigaze.

Keindahan yang muncul dari ketidakteraturan ini membuat kita bertanya-tanya tentang harmoni yang tersembunyi di baliknya, seperti sebuah lukisan alam yang tak ternilai harganya.

Setiap batu, dengan bentuk dan warna yang unik, menjadi bagian dari orkestra alam yang lebih besar, menciptakan melodi visual yang menyentuh hati dan pikiran.

Warisan dan Kebebasan Universal

Di tepi samudra itu ada sisa-sisa reruntuhan yang bertahan di sana seakan ada harta karun yang sudah tertulis dalam Testament kehidupan. 

Warisan itu diberikan kepada siapa saja, bahkan tanpa ada ikatan perjanjian dan biaya. Di sana ada kebebasan universal yang tidak hanya diberikan kepada semua orang, tetapi juga ada inklusivitas yang tidak terduga pada awal mulanya. Orang diberikan kebebasan untuk membaca pesan di balik rona indah tak beraturan batu-batu itu.

Hempasan ombak di antara batu La Paga | Foto: Ino Sigaze.
Hempasan ombak di antara batu La Paga | Foto: Ino Sigaze.

Hempasan tidak selamanya menjadi yang terbuang, di ujung ombak tidak selamanya terluka, berada pada poros lapisan waktu, tidak selamanya dilupakan. 

Kenyataan menunjukkan bahwa estetika datang dari harmoni antara imajinasi manusia dengan kenyataan yang berbeda, berpadu dengan kata dan warna dari satu fokus sudut penglihatan yang berbeda-beda. 

Simfoni kehidupan berada pada poros pemahaman yang tidak jauh berbeda dari kenyataan konstruksi batu-batu La Paga. Di sana ada angka-angka bagi mereka yang menempatkan data dan fakta sebagai basis kalkulasi analisis mereka. 

Tak hanya angka yang akan menggoda manusia dalam ritual rasionalitas tentang elektabilitas, tetapi juga tentang fakta perjumpaan antara yang berbeda. Antara manusia dan alam terbuka ruang perjumpaan supranatural dalam keheningan yang berpadu riak ombak yang pecah.

Harmoni Kehidupan dan Interpretasi Penulis

Harmoni yang lahir dari kebebasan menafsir itu bebas dari fakta pemaksaan, apalagi harus duduk semeja berkompromi dan bicara tentang yang tidak ada. 

Di sana ada batu yang indah dengan bentuk yang beragam, meski tampak seperti datang dari satu mal uji coba. Kekaguman bisa saja datang saat melihat fenomena yang tidak biasa merapat di pelupuk mata sang penulis biasa. 

Dari relung hati yang penuh tanya ia hanya mencoba melukis itu semua dengan tinta cinta dari pena literasi kehidupan yang biasa.

Di sana ditemukan rangka reptil pesisir yang terbiasa dihempas ombak, namun menyatu dengan batu-batu dasar. Mereka seperti punya cakar yang menyatukan tubuh dengan batu aneka warna. 

Reptil pesisir itu memilih mati di sana, tanpa meninggalkan kata-kata. Tapi, batu-batu itu telah sukses mencuri perhatian penulis, agar kematiannya tidak pernah sia-sia. Wahai penulis, jangan berhenti menulis sampai kapan saja. Ada banyak benda-benda alam yang ingin bangkit, seperti momen sejarah lembah tulang dalam visi Yehezkiel. 

Grapsusu di Pantai La Paga | Foto: Ino Sigaze.
Grapsusu di Pantai La Paga | Foto: Ino Sigaze.

Mereka bangkit dari tiupan roh ilahi yang ingin agar tulang-tulang itu hidup dan bicara. Bicara tentang kekuatan roh ilahi yang memberikan kehidupan kepada semesta alam ini.

Melalui tulisan kecil ini, lempengan batu yang seperti tercecer di pesisir itu tampak membuka diri pada momen untuk dibaca dan ditafsir.

Interpretasi penulis bagaimanapun perspektif yang disoroti tetap adalah sebuah abstraksi dari suatu keseluruhan baik itu yang sudah diungkapkan oleh orang lain, maupun yang masih tersembunyi dalam rahim kekayaan bumi dan alam ini. 

Waktu terus berjalan, beribu mata akan memandang objek batu yang sama, namun ketika orang menulis tentangnya, di sana tersingkap kenyataan kekayaan sudut pandang yang lahir dari satu objek yang sama. Semua pasti berbeda dan menarik untuk dicernai sesuai dengan kekayaan indera dan hati yang mampu melihat dari sudut yang berbeda-beda.

Salam berbagi, Ino, 16 Juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun