Gejolak dan fenomena politik di ambang Pilkada, memang diwarnai dengan presentasi data dari lembaga-lembaga survei. Kenyataan ini bisa berwajah sebuah gertak politik yang membuat greget baik itu tokoh politik, partai politik maupun literasi politik yang berbasiskan data. | Ino Sigaze.
Iklim politik tanah air kembali memanas karena suasana ambang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang semakin merapat. Tidak heran, riuhnya suasana ini diwarnai informasi, data, bahkan sampai gadang-gadang tokoh-tokoh tertentu untuk beberapa kota besar.
Lumrah jika media mencium aroma sedap dari dinamika senyap ini dalam kancah politik Indonesia. Aroma sedap untuk kalangan media tentu saja berkaitan dengan kehadiran tokoh-tokoh baru dengan wajah dan cerita baru yang hadir bagaikan siluman politik.
Ya, mereka sendiri belum secara tegas menyatakan kesediaan mereka untuk maju menjadi calon kepala daerah tertentu, namun publikasi dan survei telah menyebut nama mereka.
Tulisan ini coba menyoroti soal gertak politik antara lembaga survei, elektabilitas, dan strategi partai politik. Berikut ada beberapa hubungan kesinambungan gerak nadi politik antara lembaga survei, elektabilitas, dan strategi partai politik.
Peran Lembaga Survei dan Kebangkitan Literasi Politik
Lembaga survei di tanah air telah memperlihatkan peran penting, terutama berkaitan dengan survei-survei penting terkait momen demokrasi di negeri ini.
Keunikan gaya survei dari lembaga survei ini memperlihatkan bahwa mereka memiliki kepekaan tinggi dalam melihat realitas tanah air di satu sisi dan juga peka mendengar suara-suara dari kalangan kecil di sisi lainnya.
Lembaga survei memiliki andil besar bukan hanya dalam membangun iklim diskusi, tetapi juga dalam mempromosikan figur yang tersembunyi tetapi memiliki daya tarik publik.
Tidak hanya itu, lembaga survei punya taring sendiri yang tajam dan bisa mengkritisi partai-partai politik yang sedang tidur karena kebesaran nama partai mereka dengan kucuran data dan informasi valid.